Sebelumnya :
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Prolog
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Malam di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Suatu Siang (yang panjang) di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Karma Malaka
Day 3, 1 April 2015
Seperti hari sebelumnya di Singapura, kami bangun dan bersiap hingga sekitar pukul 9 pagi, permasalahan baru pun dimulai, how do we get to Bangkok, because we already lost our Bangkok ticket. Sambil sarapan di hostel, dengan menu roti bakar (as usual) dan secangkir kopi atau teh panas, kami berdiskusi sedikit dan memutuskan untuk membeli tiket dari KL menuju Bangkok untuk besok pagi. Kami meminta tolong pada Shuva untuk memesankan kami tiket bus menuju KL (25RM) esok paginya dan kami extend hostel hingga besok subuh.
Kami pun keluar dari hostel sekitar pukul 9 pagi untuk bersiap explore Malaka yang sudah terdaftar dalam list world heritage UNESCO ini. Sebelumnya, kami mencicipi kuliner khas Malaka yang terletak tidak jauh dari hostel. Actually, di sekitar hostel kami banyak terdapat warung-warung makan yang rupanya cukup terkenal di Malaka. Karena menurut tripadvisor salah satu makanan must try di Malaka adalah rice bowl dan kebetulan di dekat hostel ada tempat makan bernama Ee Ji Ban yang memang spesialis rice bowl, sudah pasti kami mencobanya.
Saya dan Hendro mencoba rice bowl, sedangkan Hanief makan ayam biasa. Rice bowl sebenarnya adalah nasi yang dibentuk bulat-bulat kecil, sedikit lebih lengket daripada nasi biasanya, dan dimakan bersama ayam dan kuah. Oh ya, kita diminta memilih mau rice nya berapa bulatan, saya dan Hendro memesan 5 buah bulatan kalau tidak salah. Saya pribadi suka sih sama rice bowl, Hendro juga, kecuali Hanief, menurutnya nasinya terlalu lengket di mulut. Ayamnya roasted dan dipotong ala ala hainan chicken di Singapura. Akhirnya makan enak dan proper juga setelah kemaren kami makan dengan baik hanya di Zam Zam.
Sebelum kami berkeliling, kami menukar uang terlebih dahulu karena kami tidak punya cukup Ringgit untuk tiket bus dan hostel, mencari money changer di Malaka cukup susah, kami harus masuk ke dalam Mall yang super besar dengan dua McD di sisi kanan kirinya, saya sendiri lupa namanya. Jujur saja, selama sekitar 2 hari di Malaka, saya cukup susah menghafal jalan di Malaka karena menurut saya cukup berputar putar. Masuk Mall-keluar Mall-masuk Kota Tua-keluar Kota Tua. Or is it just me who is bad at maps? Hahaha
Setelah berpusing-pusing menukar uang, kami harus kembali menuju pusat kota tua dan memulai perjalanan kami. Karena kami tidak memiliki peta wisata Malaka seperti yang biasa disediakan di Singapura, maka kami berkeliling secara random di kota tua Malaka, di mana di kawasan tersebut semua nya merupakan bangunan heritage yang dibiarkan warna dan teksturnya apa adanya. Berbeda dengan Singapura yang 'menyulap' kawasan heritage nya dengan warna-warni khusus seperti di Haji Lane atau Clarke Quay misalnya. Kami memulai dari St. Paul's Church yang berada di atas bukit menikmati bangunan tua yang justru dari dinding-dinding yang terlihat batu bata nya itu yang menjadi menarik buat saya pribadi.
Anyway, cuaca Malaka panas sekali hari itu. Malaka memang terletak cukup dekat dari bibir pantai sehingga wajar jika cuacanya panas lembab, seperti foto di atas. Setelah cukup puas melihat-lihat St. Paul, kami turun dari bukit dan melewati Museum Melayu, mencoba membaca papan peta wisata yang disediakan, but still don't get it, sambil mengira-ngira rute kami berjalan menuju Red Building District. Red Building District adalah area bangunan-bangunan heritage berupa gereja, museum, dan galeri dengan signature berupa dinding berwarna merah marun. Call all instagrammers here! You can take a lot of pictures here! Lovely!
Ohya cerita menarik, saat saya sedang berkeliling melihat-lihat Christ Church, saya dari kejauhan melihat Bapak Bapak naik sepeda hendak melintasi dinding cantik ini, segera saja ala-ala instagrammers saya siapkan kamera hape, eh si Bapak malah berhenti dan memarkir sepeda nya di situ. What a coincidence! Ternyata tidak beberapa lama, si Bapak ternyata mundur dan ikut memotret sepedanya yang sengaja diparkir di situ. Ternyata si Bapak instagrammers juga. Terimakasih Bapak nya, saya jadi berhasil di feature @instasunda :))
By the way, dari semua bangunan merah tadi, yang paling terkenal tentu saja Christ Church Malacca dan Malacca Art Gallery/Youth Museum yang memiliki taman cantik dengan tower jam di bagian tengah. Kami sempat masuk kedalam keduanya, but actually, Youth Gallery nya tidak seperti dugaan kami. Tapi yang penting sudah masuk bangunan paling hits se Malaka. Uniknya, seniman atau musisi jalanan sering membuat pertunjukkan kecil di bagian tengah dua bangunan ini untuk ditonton siapa saja dan dengan imbalan siapa saja yang mau dan ikhlas.Kami sempat memasuki beberapa museum di Malaka, antara lain Youth Museum, Museum Arsitektur nya (apa ya bahasa Melayu nya), kami juga hampir masuk Museum Maritim namun tidak jadi karena sudah kepanasan di tengah hari. Kami sempat menikmati es kelapa muda di tepi sungai Malaka karena cuaca yang super panas dan kami super haus.
Kami tidak lupa naik boat menyusuri sungai Malaka (15RM) sambil melihat lihat lingkungan di tepian sungai Malaka. Boat tersebut juga menyediakan rekaman sejarah kota tua Malaka. Saya pribadi mengantuk, kepanasan, siang-siang, dan angin sepoi sepoi, akhirnya saya tidak sadar sedikit demi sedikit ketiduran. Tepian sungai Malaka cukup menarik, dengan bangunan pertokoan pecinan.
Sedikit berbeda dari bangunan-bangunan heritage lainnya, bangunan heritage di sisi area pecinan ini diperbolehkan untuk di cat dan bahkan di mural! Sepertinya 'batas'nya adalah sungai Malaka ini. Sisi Red Building sama sekali tidak boleh dirubah baik warna dan tekstur nya, semua dibiarkan asli. Mural-mural yang di dinding area pecinan ini tidak kalah menarik dengan yang ada di Haji Lane, lho!
Ah, setelah dipikir pikir kenapa saya mengantuk saat naik boat, padahal bisa mengambil banyak gambar yang lebih menarik dari dalam boat. Alhasil foto saya selama di boat miring-miring karena mengantuk. Di seberang sungai ini juga terletak Jongker Street yang terkenal dengan night culinary nya.
Setelah berpanas-panas ria di sepanjang tepian sungai Malaka, kami berjalan cukup jauh untuk melihat Xaverius Church yang menurut Sunil adalah salah satu must see nya di Malaka. Gereja ini sudah tidak digunakan, berbeda dengan Xaverius Church, yang merupakan gereja tertua di Malaka (1849) yang masih aktif digunakan sebagai tempat beribadah. Gereja ini memang bagus, konon dibangun oleh Perancis, eh atau Portugis? Anyway, Gereja ini memang masih terawat dengan baik, kami sempat masuk ke dalamnya dan melihat-lihat interiornya. Oh ya, di Malaka, hampir semua point of interest nya gratis loh. Kalaupun bayar sekitar 1 - 2 RM saja. Atau memang kami saja yang hanya masuk yang gratis-gratis, ya? Malaka juga memiliki satu menara pandang bernama Taming Sari namun biaya nya cukup mahal sehingga kami memutuskan untuk tidak ke atas, kalau kalian memiliki uang lebih, saya sarankan untuk mencoba naik Taming Sari karena kalian bisa melihat aerial view Malaka, kira kira seperti naik minaret Alun Alun Bandung lah :))
Setelah dari Xaverius Church, kami memutuskan untuk kembali ke hostel, sebelum kami menjadi manusia Indon panggang di Malaka, kami juga sempatkan makan makanan India di Madina. Madina juga salah satu tempat makan yang terkenal di Malaka, loh! Teh tarik nya enak. Hendro memesan cane kari dan Hanief memesan semacam susu apa ya saya lupa namanya, tapi saya sendiri baru merasakannya kemarin, rasanya cenderung lebih manis daripada teh tarik yang pesan. Sesampainya di hostel kira kira pukul 4 sore, Suvha mengabari kami mengenai bus yang kami pesan tersedia adalah pukul 5 subuh agar kami bisa tiba di Kuala Lumpur sekitar pukul setengah tujuh pagi. Whoaa bangun pagi. Kami pun mandi dan tidur-tiduran sebentar sebelum nanti malam menuju Jonker Street.
Sekitar pukul 7 malam kami kembali keluar dari hostel dan sebelumnya, kami akan mencoba makanan khas Malaka lainnya di tempat makan di sebelah hostel yang mendapatkan review di tripadvisor bernama D'Tandoori House. Tandori sendiri adalah semacam roasted chicken dengan bumbu khusus yang kami tidak tahu apa, rasanya sedikit tajam semacam makanan India tapi bukan nasi ayam briyani juga. Saya dan Hanief memesan chicken tandori dan nasi, kami cukup suka dengan rasanya, walaupun saya pribadi lebih cocok dengan rice bowl tadi pagi. Sementara Hendro memesan fish tandori, dan kurang cocok dengan rasanya. Saya sarankan memesan chicken tandori saja karena tandori adalah bumbu signature untuk ayam.
Malam itu hujan gerimis di Malaka, kami keluar dari Tandoori House sekitar pukul 8 malam untuk menuju Jongker Street. Unfortunately, kami tiba di Malaka bukan di akhir pekan, jadi ya memang Jongker Street hanya berupa Jongker Street, bukan tempat makan seperti misal Braga Culinary Walk atau semacamnya. Awalnya kami pikir Jongker Street akan berisi street food sepanjang malam setiap hari, tapi ternyata tidak. Alhasil kami hanya menikmati beberapa bangunan bersejarah khas pecinan nya melewati gerimis. Kalau mau dibandingkan mungkin semacam Ketandan di Jogjakarta.
Ohya, Malaka malam benar benar sepi, padahal masih jam 8 malam tapi sudah super sepi. Setelah menyusuri sepanjang Jongker, kami masuk ke salah satu tempat minum teh dan mereka tutup jam sembilan malam! Like whaaaat? Kalau kalian ke Malaka, sebaiknya dipaskan di waktu weekend agar kalian bisa menikmati street food di Jongker Street. Kami kemudian berjalan menyusuri Malaka malam untuk kembali ke hostel sekitar pukul 10 malam.
Saya mengambil kesimpulan bahwa Malaka adalah kawasan wisata kota tua yang tenang dan damai, somehow reminds me of Jogja, tapi Malaka lebih tenang dan damai. Kami bertiga merasakan perbedaan yang cukup signifikan antara Singapura yang menuntut kami untuk bergerak cepat, sementara di Malaka tiba tiba semua orang tenang, damai, dan pelan-pelan. Namun bisa juga karena kami mengunjungi kawasan wisatanya, belum tentu 'pusat kota' nya juga se-tenang dan se-damai ini. You are absolutely can life slowly here! Seperti foto yang saya tampilkan di atas, iya itu jalan di Malaka. Ide penggunaan paving blok di jalan sudah digunakan juga di Malioboro. Yes this city is reminds me of Jogja a lot! Tidak heran kalau kakak-kakak arsitektur 2008 melakukan studi ke sini untuk tema heritage nya. Such a slow day that we have after yesterday's long day/
Sesampainya di hostel, Suvha meminta kami untuk menunggu Sunil yang memegang tiket bus kami. Kami pun menunggu Sunil sambil berbincang-bincang dan berbenah sampai akhirnya sekitar tengah malam Sunil datang dan memberikan tiket kami. Rupanya Sunil ini cukup berpengaruh, karena tiket yang dibeli Sunil namanya Sunil 1, Sunil 2, Sunil 3, dan dia meminta kami bilang pada kondektur bus untuk bilang kalau kami adalah customers Home Sweet Home, dan kami menunggu bus tidak jauh dari hostel, kira kira berjalan 5-10 menit, yaitu terletak tepat di depan rumah sakit yang sudah kami lewati saat hendak menukar uang tadi.
Actually, kami bertiga sudah mengantuk, tapi sepertinya Sunil ingin mengajak kami berbincang-bincang sambil menonton TV, saya sejujurnya sudah mengantuk super akut, kemudian akhirnya kami bertiga menemani Sunil di lobby, Sunil memberikan kami hak untuk TV nya yang juga bisa digunakan sebagai internet untuk kami membenahi itinerary kami besok di Bangkok. Jadilah kami bertiga benar benar tidak tidur sampai besok subuh! Interesting part nya adalah, he can reads personal aura! Ternyata Sunil adalah semacam dokter terapis khas India yang melakukan pengobatan dengan semacam meditasi, yoga, atau semacam itulah. That's why he talks about Karma at the first time!
Sekitar pukul 4 pagi, ketika kami akan berpamitan, Sunil menitipkan pesan pada kami untuk menjaga barang-barang bawaan kami selama di Bangkok, sling bag di depan, dan jangan meninggalkan minuman kalian di tempat makan tanpa pengawasan, berhati hati akan penyelundupan obat obatan terlarang dan semacamnya. Well, quite scary for me, actually.
"And also please take care of this girl, because she is a good girl. I believe that you are all will be back again to Malacca."
Such a warm goodbye from him.
Kami pun berpamitan dan berjalan menuju halte untuk menunggu bus kami menuju KL, kami bertiga sudah terkantuk-kantuk di halte dan bergantian ketiduran sambil berjaga kalau kalau kami terlewat bus. Menunggu bus sepagi itu ternyata cukup mengerikan, jalanan Malaka benar benar sepi. Anehnya, ketika saya menumpang di toilet rumah sakit di belakang halte bus kami, rumah sakit nya pun sepi, that's so scary.
Di tengah keterkantuk-kantukan kami, finally the bus is coming!
And the Sunil 1, Sunil 2, Sunil 3 is work! Kami pun dengan hitungan menit tertidur di dalam bus yang hanya berisi........... kami bertiga saja.
Selanjutnya:
Indochina Trip (5Countries 10Days): Bangkok's Unpredictable Crowd
IndoChina Trip (5Countries 10Days): God is in Details
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Crowded yet Empty Cambodia
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Mystical Sunrise in Angkor Wat
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Last Stop: Ho Chi Minh City!
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Lovely Ho Chi Minh City
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Epilog
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Budget and Itinerary
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Prolog
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Malam di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Suatu Siang (yang panjang) di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Karma Malaka
Day 3, 1 April 2015
Seperti hari sebelumnya di Singapura, kami bangun dan bersiap hingga sekitar pukul 9 pagi, permasalahan baru pun dimulai, how do we get to Bangkok, because we already lost our Bangkok ticket. Sambil sarapan di hostel, dengan menu roti bakar (as usual) dan secangkir kopi atau teh panas, kami berdiskusi sedikit dan memutuskan untuk membeli tiket dari KL menuju Bangkok untuk besok pagi. Kami meminta tolong pada Shuva untuk memesankan kami tiket bus menuju KL (25RM) esok paginya dan kami extend hostel hingga besok subuh.
Kami pun keluar dari hostel sekitar pukul 9 pagi untuk bersiap explore Malaka yang sudah terdaftar dalam list world heritage UNESCO ini. Sebelumnya, kami mencicipi kuliner khas Malaka yang terletak tidak jauh dari hostel. Actually, di sekitar hostel kami banyak terdapat warung-warung makan yang rupanya cukup terkenal di Malaka. Karena menurut tripadvisor salah satu makanan must try di Malaka adalah rice bowl dan kebetulan di dekat hostel ada tempat makan bernama Ee Ji Ban yang memang spesialis rice bowl, sudah pasti kami mencobanya.
Suasana jalan di sekitar hostel |
Saya dan Hendro mencoba rice bowl, sedangkan Hanief makan ayam biasa. Rice bowl sebenarnya adalah nasi yang dibentuk bulat-bulat kecil, sedikit lebih lengket daripada nasi biasanya, dan dimakan bersama ayam dan kuah. Oh ya, kita diminta memilih mau rice nya berapa bulatan, saya dan Hendro memesan 5 buah bulatan kalau tidak salah. Saya pribadi suka sih sama rice bowl, Hendro juga, kecuali Hanief, menurutnya nasinya terlalu lengket di mulut. Ayamnya roasted dan dipotong ala ala hainan chicken di Singapura. Akhirnya makan enak dan proper juga setelah kemaren kami makan dengan baik hanya di Zam Zam.
Sebelum kami berkeliling, kami menukar uang terlebih dahulu karena kami tidak punya cukup Ringgit untuk tiket bus dan hostel, mencari money changer di Malaka cukup susah, kami harus masuk ke dalam Mall yang super besar dengan dua McD di sisi kanan kirinya, saya sendiri lupa namanya. Jujur saja, selama sekitar 2 hari di Malaka, saya cukup susah menghafal jalan di Malaka karena menurut saya cukup berputar putar. Masuk Mall-keluar Mall-masuk Kota Tua-keluar Kota Tua. Or is it just me who is bad at maps? Hahaha
Setelah berpusing-pusing menukar uang, kami harus kembali menuju pusat kota tua dan memulai perjalanan kami. Karena kami tidak memiliki peta wisata Malaka seperti yang biasa disediakan di Singapura, maka kami berkeliling secara random di kota tua Malaka, di mana di kawasan tersebut semua nya merupakan bangunan heritage yang dibiarkan warna dan teksturnya apa adanya. Berbeda dengan Singapura yang 'menyulap' kawasan heritage nya dengan warna-warni khusus seperti di Haji Lane atau Clarke Quay misalnya. Kami memulai dari St. Paul's Church yang berada di atas bukit menikmati bangunan tua yang justru dari dinding-dinding yang terlihat batu bata nya itu yang menjadi menarik buat saya pribadi.
St. Paul Church batu bata yang terlihat ada di bagian dalam putih putih itu |
Anyway, cuaca Malaka panas sekali hari itu. Malaka memang terletak cukup dekat dari bibir pantai sehingga wajar jika cuacanya panas lembab, seperti foto di atas. Setelah cukup puas melihat-lihat St. Paul, kami turun dari bukit dan melewati Museum Melayu, mencoba membaca papan peta wisata yang disediakan, but still don't get it, sambil mengira-ngira rute kami berjalan menuju Red Building District. Red Building District adalah area bangunan-bangunan heritage berupa gereja, museum, dan galeri dengan signature berupa dinding berwarna merah marun. Call all instagrammers here! You can take a lot of pictures here! Lovely!
Ohya cerita menarik, saat saya sedang berkeliling melihat-lihat Christ Church, saya dari kejauhan melihat Bapak Bapak naik sepeda hendak melintasi dinding cantik ini, segera saja ala-ala instagrammers saya siapkan kamera hape, eh si Bapak malah berhenti dan memarkir sepeda nya di situ. What a coincidence! Ternyata tidak beberapa lama, si Bapak ternyata mundur dan ikut memotret sepedanya yang sengaja diparkir di situ. Ternyata si Bapak instagrammers juga. Terimakasih Bapak nya, saya jadi berhasil di feature @instasunda :))
Instasunda#88 yay finally lolos @instasunda juga hahahaha :)) |
By the way, dari semua bangunan merah tadi, yang paling terkenal tentu saja Christ Church Malacca dan Malacca Art Gallery/Youth Museum yang memiliki taman cantik dengan tower jam di bagian tengah. Kami sempat masuk kedalam keduanya, but actually, Youth Gallery nya tidak seperti dugaan kami. Tapi yang penting sudah masuk bangunan paling hits se Malaka. Uniknya, seniman atau musisi jalanan sering membuat pertunjukkan kecil di bagian tengah dua bangunan ini untuk ditonton siapa saja dan dengan imbalan siapa saja yang mau dan ikhlas.Kami sempat memasuki beberapa museum di Malaka, antara lain Youth Museum, Museum Arsitektur nya (apa ya bahasa Melayu nya), kami juga hampir masuk Museum Maritim namun tidak jadi karena sudah kepanasan di tengah hari. Kami sempat menikmati es kelapa muda di tepi sungai Malaka karena cuaca yang super panas dan kami super haus.
Tower jam di depan Christ Church dan Malaka Art Gallery |
Most famous red buildings! |
Street Musician |
Kami tidak lupa naik boat menyusuri sungai Malaka (15RM) sambil melihat lihat lingkungan di tepian sungai Malaka. Boat tersebut juga menyediakan rekaman sejarah kota tua Malaka. Saya pribadi mengantuk, kepanasan, siang-siang, dan angin sepoi sepoi, akhirnya saya tidak sadar sedikit demi sedikit ketiduran. Tepian sungai Malaka cukup menarik, dengan bangunan pertokoan pecinan.
Sedikit berbeda dari bangunan-bangunan heritage lainnya, bangunan heritage di sisi area pecinan ini diperbolehkan untuk di cat dan bahkan di mural! Sepertinya 'batas'nya adalah sungai Malaka ini. Sisi Red Building sama sekali tidak boleh dirubah baik warna dan tekstur nya, semua dibiarkan asli. Mural-mural yang di dinding area pecinan ini tidak kalah menarik dengan yang ada di Haji Lane, lho!
Ah, setelah dipikir pikir kenapa saya mengantuk saat naik boat, padahal bisa mengambil banyak gambar yang lebih menarik dari dalam boat. Alhasil foto saya selama di boat miring-miring karena mengantuk. Di seberang sungai ini juga terletak Jongker Street yang terkenal dengan night culinary nya.
Salah satu area pecinan yang di mural seluruh dindingnya, semacam Haji Lane Sayangnya cuma lihat dari atas boat |
Setelah berpanas-panas ria di sepanjang tepian sungai Malaka, kami berjalan cukup jauh untuk melihat Xaverius Church yang menurut Sunil adalah salah satu must see nya di Malaka. Gereja ini sudah tidak digunakan, berbeda dengan Xaverius Church, yang merupakan gereja tertua di Malaka (1849) yang masih aktif digunakan sebagai tempat beribadah. Gereja ini memang bagus, konon dibangun oleh Perancis, eh atau Portugis? Anyway, Gereja ini memang masih terawat dengan baik, kami sempat masuk ke dalamnya dan melihat-lihat interiornya. Oh ya, di Malaka, hampir semua point of interest nya gratis loh. Kalaupun bayar sekitar 1 - 2 RM saja. Atau memang kami saja yang hanya masuk yang gratis-gratis, ya? Malaka juga memiliki satu menara pandang bernama Taming Sari namun biaya nya cukup mahal sehingga kami memutuskan untuk tidak ke atas, kalau kalian memiliki uang lebih, saya sarankan untuk mencoba naik Taming Sari karena kalian bisa melihat aerial view Malaka, kira kira seperti naik minaret Alun Alun Bandung lah :))
Xaverius Church |
Setelah dari Xaverius Church, kami memutuskan untuk kembali ke hostel, sebelum kami menjadi manusia Indon panggang di Malaka, kami juga sempatkan makan makanan India di Madina. Madina juga salah satu tempat makan yang terkenal di Malaka, loh! Teh tarik nya enak. Hendro memesan cane kari dan Hanief memesan semacam susu apa ya saya lupa namanya, tapi saya sendiri baru merasakannya kemarin, rasanya cenderung lebih manis daripada teh tarik yang pesan. Sesampainya di hostel kira kira pukul 4 sore, Suvha mengabari kami mengenai bus yang kami pesan tersedia adalah pukul 5 subuh agar kami bisa tiba di Kuala Lumpur sekitar pukul setengah tujuh pagi. Whoaa bangun pagi. Kami pun mandi dan tidur-tiduran sebentar sebelum nanti malam menuju Jonker Street.
Sekitar pukul 7 malam kami kembali keluar dari hostel dan sebelumnya, kami akan mencoba makanan khas Malaka lainnya di tempat makan di sebelah hostel yang mendapatkan review di tripadvisor bernama D'Tandoori House. Tandori sendiri adalah semacam roasted chicken dengan bumbu khusus yang kami tidak tahu apa, rasanya sedikit tajam semacam makanan India tapi bukan nasi ayam briyani juga. Saya dan Hanief memesan chicken tandori dan nasi, kami cukup suka dengan rasanya, walaupun saya pribadi lebih cocok dengan rice bowl tadi pagi. Sementara Hendro memesan fish tandori, dan kurang cocok dengan rasanya. Saya sarankan memesan chicken tandori saja karena tandori adalah bumbu signature untuk ayam.
Malam itu hujan gerimis di Malaka, kami keluar dari Tandoori House sekitar pukul 8 malam untuk menuju Jongker Street. Unfortunately, kami tiba di Malaka bukan di akhir pekan, jadi ya memang Jongker Street hanya berupa Jongker Street, bukan tempat makan seperti misal Braga Culinary Walk atau semacamnya. Awalnya kami pikir Jongker Street akan berisi street food sepanjang malam setiap hari, tapi ternyata tidak. Alhasil kami hanya menikmati beberapa bangunan bersejarah khas pecinan nya melewati gerimis. Kalau mau dibandingkan mungkin semacam Ketandan di Jogjakarta.
Ohya, Malaka malam benar benar sepi, padahal masih jam 8 malam tapi sudah super sepi. Setelah menyusuri sepanjang Jongker, kami masuk ke salah satu tempat minum teh dan mereka tutup jam sembilan malam! Like whaaaat? Kalau kalian ke Malaka, sebaiknya dipaskan di waktu weekend agar kalian bisa menikmati street food di Jongker Street. Kami kemudian berjalan menyusuri Malaka malam untuk kembali ke hostel sekitar pukul 10 malam.
Sesampainya di hostel, Suvha meminta kami untuk menunggu Sunil yang memegang tiket bus kami. Kami pun menunggu Sunil sambil berbincang-bincang dan berbenah sampai akhirnya sekitar tengah malam Sunil datang dan memberikan tiket kami. Rupanya Sunil ini cukup berpengaruh, karena tiket yang dibeli Sunil namanya Sunil 1, Sunil 2, Sunil 3, dan dia meminta kami bilang pada kondektur bus untuk bilang kalau kami adalah customers Home Sweet Home, dan kami menunggu bus tidak jauh dari hostel, kira kira berjalan 5-10 menit, yaitu terletak tepat di depan rumah sakit yang sudah kami lewati saat hendak menukar uang tadi.
Actually, kami bertiga sudah mengantuk, tapi sepertinya Sunil ingin mengajak kami berbincang-bincang sambil menonton TV, saya sejujurnya sudah mengantuk super akut, kemudian akhirnya kami bertiga menemani Sunil di lobby, Sunil memberikan kami hak untuk TV nya yang juga bisa digunakan sebagai internet untuk kami membenahi itinerary kami besok di Bangkok. Jadilah kami bertiga benar benar tidak tidur sampai besok subuh! Interesting part nya adalah, he can reads personal aura! Ternyata Sunil adalah semacam dokter terapis khas India yang melakukan pengobatan dengan semacam meditasi, yoga, atau semacam itulah. That's why he talks about Karma at the first time!
Sekitar pukul 4 pagi, ketika kami akan berpamitan, Sunil menitipkan pesan pada kami untuk menjaga barang-barang bawaan kami selama di Bangkok, sling bag di depan, dan jangan meninggalkan minuman kalian di tempat makan tanpa pengawasan, berhati hati akan penyelundupan obat obatan terlarang dan semacamnya. Well, quite scary for me, actually.
"And also please take care of this girl, because she is a good girl. I believe that you are all will be back again to Malacca."
Such a warm goodbye from him.
Kami pun berpamitan dan berjalan menuju halte untuk menunggu bus kami menuju KL, kami bertiga sudah terkantuk-kantuk di halte dan bergantian ketiduran sambil berjaga kalau kalau kami terlewat bus. Menunggu bus sepagi itu ternyata cukup mengerikan, jalanan Malaka benar benar sepi. Anehnya, ketika saya menumpang di toilet rumah sakit di belakang halte bus kami, rumah sakit nya pun sepi, that's so scary.
Di tengah keterkantuk-kantukan kami, finally the bus is coming!
And the Sunil 1, Sunil 2, Sunil 3 is work! Kami pun dengan hitungan menit tertidur di dalam bus yang hanya berisi........... kami bertiga saja.
Selanjutnya:
Indochina Trip (5Countries 10Days): Bangkok's Unpredictable Crowd
IndoChina Trip (5Countries 10Days): God is in Details
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Crowded yet Empty Cambodia
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Mystical Sunrise in Angkor Wat
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Last Stop: Ho Chi Minh City!
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Lovely Ho Chi Minh City
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Epilog
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Budget and Itinerary
Addina Faizati