this song inspired by song made by my friend. simply listen to this song while you read this story: https://soundcloud.com/baskoro-haryo/arsi-2009-1 :)
FIKSI
Kamu.
Siang itu. Hampir setiap mataku melihatmu dalam kurun waktu empat tahun
terakhir ini, kamu selalu terlihat cantik dan sempurna. Hari ini pun begitu. Lebih
cantik, bahkan. Senyum bahagiamu lebih cantik daripada make up semenor apapun. Senyum bahagiamu lebih cantik daripada perhiasan
semahal apapun. Tidak pernah tahu aku kalau sebelumnya, klise ternyata seindah
dan sesederhana melihatmu dan senyum mu.
Aku
tidak pernah menyangka bahwa waktu empat tahun adalah secepat ini. Secepat kamu
dan tugas akhirmu. Harus seperti apa aku mendeskripsikan kecepatan waktu tiga
ratus enam puluh lima hari dikalikan empat sama dengan durasi waktu pertemuan
kita yang tidak pernah ada harganya itu?
Relativitas
waktu milikku tidak lagi berlaku denganmu. Empat tahun rasanya terlalu cepat. Lebih
cepat daripada janji janji ku pada hatiku tentang mendekati dan mengungkapkan
apa yang sudah terlalu lama tertutup rapat. Tertutup rapat karena malu. Malu yang
terlalu larut.
Ribuan
imaji akan perbincanganku denganmu hanyalah menjadi imaji. Imaji yang tidak
pernah terealisasi. Entah sudah berapa ratus ribu juta kali aku merutuki diriku
sendiri dan nyali kecilku yang tidak pernah berani untuk sekedar menyapamu di
suatu pagi, atau di suatu siang, suatu sore, atau di suatu hari yang acak saat
kita tidak sengaja ataupun kusengaja agar kita dapat bertemu. Aku dan kamu.
Aku
dan kamu. Bisa jadi kita berdua adalah fiksi terhebat yang pernah kuciptakan
seumur hidupku. Fiksi terfiksi yang pernah kurangkai. Dirangkai dari jutaan
kata dalam khayalan yang tidak pernah dituliskan dengan tinta. Imaji yang
anehnya mampu kuingat tiap detail skenario ceritanya. Skenario kosong tidak
bermakna yang tidak pernah dan tidak akan terjadi.
Kulihat
kamu berjalan pelan dengan beberapa temanmu. Masih dengan senyum cantik yang
sama. Yang tidak menor dan tidak mahal. Sederhana. Klise. Tapi indah. Senyum yang
tidak pernah diperuntukkan kepadaku dalam seribu empat ratus enam puluh hari
terakhir ini. Setelah ini apa? Apa? Fiksiku telah selesai.
“Nina,
selamat ya buat kelulusanmu.”
Keberanianku tiba tiba muncul. Adegan
terakhir yang tidak pernah kutuliskan dalam rangkaian paragraf fiksiku selama
ini. Satu adegan singkat.
Masih
dalam semilir angin yang sama. Nada warna yang sama. Kamu tersenyum lembut
sambil menatap mataku. “Terimakasih.” Jawabmu pelan malu malu. Tak lama setelah
aku menyelamatimu, jauh lebih malu malu daripada malu malu mu padaku.
Kemudian
kamu berlalu.
Addina Faizati
19 April 2013
malam dan hujan
2 comments
lucu banget ndin :o baguus >.<
ReplyDeletebaru baca kaaak .__.
Deletemakasih ekaaak :3