“Hujan
itu terdiri dari titik, apa garis?” tanyamu. Memecah keheningan di tengah riuh
rendah sebuah tempat hiburan biasa di kota kota besar. Ketika kita sedang
menunggu pertunjukkan sebuah film yang entah sama sama ingin kita tonton, atau
hanya berusaha mencari celah agar bisa berbincang berdua, atau keduanya. Ketika
itu, hujan.
Aku
terdiam. Dinding dinding kaca yang mengitari kita membuat rintik hujan terlihat
lebih jelas. Tapi entah, titik atau garis. Memangnya apa? Apa aku
mempedulikannya?
“Mmm..
titik?” aku menjawab sekenanya. Teringat lagu masa kanak kanak mengenai hujan. Titik titik hujan. Bukan garis garis
hujan.
“Menurutku
garis.” Berkebalikan denganku, kamu menjawab dengan mantap.
“Kenapa?”
aku menolehkan kepalaku ke arahnya. Kami duduk bersebelahan di sebuah kursi
tunggu empuk berwarna coklat muda lembut di sinema tersebut. Duduk tepat di
tepi dinding kaca, kami bisa melihat tetes air dan warna biru tua dari langit
yang menjelang malam.
“Garis
itu kan berkelanjutan. Titik berarti selesai.”
“Tapi
garis terdiri dari titik.”
“Hujan
itu garis.”
“Garis
itu terdiri dari titik.”
“Aku
lebih suka garis. Dinamis. Berkelanjutan.”
Lalu
kita berdua terdiam. Merenungi hal sesepele terdiri dari apakah hujan itu. Kamu
masih bersikeras bahwa hujan itu terdiri dari garis, padahal garis itu sendiri
dari titik titik yang saling terhubung. Itu berarti, hujan itu titik kan?
“Kamu
ngerasa nggak sih, barusan pertanyaanmu itu manis?” tanyaku. Memecah perenungan
sepele hujan kami masing masing tadi. Pertanyaannya manis. Pertanyaan yang
tidak akan kusangka terlontar dari laki laki tegas dan anti hal hal manis dalam
apapun baik makanan, film, lagu atau apapun seperti kamu.
“Oh
ya?” kamu menoleh ke arahku dengan senyum sedikit terkejut. Manis. “Enggak. Aku
nggak berpikir itu manis. Just wondering.”
Lalu kamu kembali menatap ke depan. Sampai akhirnya suara wanita menggema ke
seluruh sinema. Memanggil pemilik pemilik tiket film tersebut. Film action. Seperti yang aku bilang, dia tidak suka hal
manis. “Eh, masuk, yuk.” Sahutnya cepat. Tangannya meraih pelan tanganku.
Buatku,
hujan itu seperti kamu. Titik.
Kamu itu titik buatku.
2 comments
Kamu . Buatku
ReplyDeletenice story tough..:))
penegasan yang bagus. :)
ReplyDelete