Satu sampai dua bulan belakangan (Januari - Februari) ini saya sedang berusaha mencari pekerjaan yang saya rasa cukup bonafit dan bisa dijalani baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Seperti yang sudah saya tuliskan pada post saya sebelumnya, saya dan Najih sekarang tinggal di kota baru. Kami tinggal di sub-urban sebuah kota industri (Brescia) yang berjarak satu jam sampai satu setengah jam dari Milan, kota kami sebelumnya. Perusahaan tempat Najih bekerja, terutama divisinya, memang terfokus di kota tersebut.
Hal ini menjadi hal lain yang patut dipertimbangkan saat saya mencari pekerjaan, karena saya lebih memilih untuk mencari perusahaan yang berlokasi di Brescia, jadi saya hanya perlu commute selama kurang lebih 30 - 40 menit, atau berlokasi di Milan atau region Lombardia yang maksimal berjarak 2 jam dari rumah kami. Mengapa begitu? Pertama, kami mengetahui bahwa ada tiket langganan kendaraan umum (kereta, bus, metro, tram) hingga batasan satu region Lombardia (termasuk Brescia dan Milan, dan kota-kota apapun di dalam region tersebut). Sehingga kalau saya mendapat pekerjaan tersebut, saya tidak perlu membeli tiket langganan terpisah lagi. Kedua, karena saya mempertimbangkan biaya yang bisa kami hemat dengan tinggal satu rumah tanpa saya perlu sewa apartemen/kamar lain di kota lain, meskipun dengan resiko nglaju, atau perjalanan bolak-balik hingga dua jam perhari.
Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka secara otomatis, lingkup pekerjaan yang saya cari adalah yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Syarat ketiga yang kemudian kami tambahkan adalah; apakah take home pay yang ditawarkan setara dengan perjuangan yang dilakukan nantinya? Perlu diketahui bahwa rata-rata new grads di Italia (atau di Eropa secara umum ya?) memulai karir dari posisi intern atau training kira-kira selama 6 bulan (atau hingga 1 tahun), yang mana take home pay atau gajinya memang tidak sesuai base minimum, kecuali jika memang perusahaan tersebut adalah perusahaan besar.
Saya pernah mendapatkan penawaran intern di sebuah startup di kota lain yang kemudian saya terpaksa tolak offering nya karena saya merasa dengan take home pay yang mereka tawarkan dan lokasi yang berada jauh dari tempat saya sekarang, saya harus sewa apartemen lain dan praktis tidak bisa (atau belum bisa) menabung. Dari pengalaman itu, saya mempersempit lagi lingkup pencarian pekerjaan saya menjadi; pekerjaan di perusahaan yang bonafit di lingkungan Lombardia yang menawarkan take home pay cukup untuk diperjuangkan.
Memang tidak sedikit pilihannya, namun tidak juga banyak. Muncul lagi batu-batu sandungan buat saya; (disclaimer: ini hanya berdasar opini dan analisis saya selama saya berada di sini) jurusan saya S1 dan S2 yang tidak linier. Saya menyadari bahwa European (atau hanya di Italia saja?) memiliki kecenderungan untuk sangat spesifik dan spesial dalam mengerjakan atau ahli dalam satu bidang. Sebagai contoh, ada khusus bidang studi atau pekerjaan untuk mendesain mainan anak-anak. Benar-benar spesifik; desainer mainan anak. Bidang studi khusus manajemen barang mewah (khusus untuk high-end brand), dan sebagainya dan sebagainya.
Ke-super-spesifik-an ini lah yang membuat saya yang sangat general ini cukup susah menembus pasar. Saya melalui beberapa macam tes online, interview online, maupun interview tatap muka, dan saya hampir selalu kebingungan bagaimana menempatkan posisi saya, pun mereka, recruiter juga bingung menempatkan posisi saya.
Bukannya mau membandingkan pasar pekerjaan di Eropa dengan di Indonesia, namun saya rasa, ada pro kontra dari semua ini, contohnya, (saya tidak yakin apakah ini benar, karena ini hanya asumsi saya) sepertinya untuk studi atau pekerjaan yang tidak linier, akan lebih mudah didapat di Indonesia karena kemudahan berkomunikasi, trust, dan recruiter juga banyak melihat portfolio sebelumnya dan tidak takut mencoba orang baru dalam sebuah perusahaan (saya tidak bisa menentukan skalanya karena saya hanya memiliki pengalaman bekerja di satu perusahaan di Indonesia).
Selain karena isu tersebut, saya juga ada 'batu sandungan' lain, yaitu bahasa. Tidak bosan-bosannya saya membahas masalah bahasa di sini, yang mana juga kesalahan terbesar terletak pada saya, yang sudah tinggal di sini memasuki tahun ketiga, tapi masih juga berada di level A1 dan saya hanya mengerti secara pasif sehari-hari, sedangkan actively, saya belum bisa merangkai dialog sesuai grammar Italian yang benar dan tepat.
Saya mengakui saya adalah seseorang yang tidak begitu cepat belajar bahasa asing, saya sudah mengalami masalah ini sejak saya berada di sekolah menengah atas. Saya selalu ketakutan saat pelajaran bahasa asing di sekolah (kecuali Bahasa Inggris, karena sudah belajar sejak kecil). Saya sudah les, belajar, mendengarkan podcast, tapi rasanya saya memang tidak bisa jika berusaha dengan porsi yang sama dengan orang-orang, saya harus melipatgandakan usaha saya hingga dua atau tiga atau bahkan lebih dari orang-orang.
Dua batu sandungan utama saya tadi saya rasa cukup tepat karena Najih, alhamdulillah, bisa mendapatkan pekerjaan yang saya rasa cukup bonafit di perusahaan yang sudah settle di Italia, dua faktor utama yang mendukungnya karena bidang studi S1 dan S2 nya cukup linier, dan Najih bisa berbahasa Italia. Jadi memang Najih bekerja dengan Bahasa Italia. Saya pribadi salut dan bangga akan kemampuan dia berbahasa Italia (dan kenekatan). Intermezzo; Najih kadang merasa lebih pede berbicara Bahasa Italia daripada Bahasa Inggris, saya kebalikannya, kalau berbicara Bahasa Inggris saya tidak takut kalau ngasal/salah, kalau Bahasa Italia saya sangat takut salah.
Selama beberapa minggu di awal, saya sempat merasa sangat cemas dan merasa eksistensi dan semua usaha saya melanjutkan studi sia-sia dan mempertanyakan nilai-nilai diri saya. Long story short, terlepas dari interview dan job hunting yang saya lakukan dua bulan terakhir, saya juga mencoba kembali peruntungan saya sebagai ilustrator lepas, saya cari-cari online melalui berbagai macam platform dan berbagai macam cara saya coba tempuh. Kira-kira akhir Januari saya memulai kembali karir saya sebagai ilustrator lepas ini. Sampai akhirnya, hampir setiap hari, alhamdulillah, ada yang bisa saya kerjakan dalam bidang ilustrasi.
Kemudian saya berpikir, saya sudah menjadi ilustrator lepas sejak 2013, special mention untuk Mbak Nadia, editor Bentang Pustaka yang pertama kali mempercayakan saya sebagai ilustrator lepas untuk buku Bentang Pustaka. Setelah saya bekerja selama kurang lebih 2,5 tahun di Bandung, saya benar-benar lepas tidak mengerjakan ilustrasi untuk buku (ini kesalahan saya). Saat kembali 'menganggur' sambil menunggu keberangkatan untuk lanjut studi S2, saya kembali mendapat penawaran ilustrasi lepas untuk beberapa project. Sampai akhirnya, di masa saya 'menganggur' lagi, saya lagi-lagi dapat penawaran untuk mengerjakan ilustrasi lepas. Saya lalu mempertimbangkan karir saya sebagai ilustrator lepas.
Belakangan saya sudah bisa mulai mengikhlaskan, atau lebih tepatnya pasrah terhadap pilihan opsi karir di sebuah perusahaan. Tanpa saya melepaskan usaha saya mendaftar pekerjaan atau belajar Bahasa Italia, saya tetap melakukannya, tapi tidak lagi sampai cemas dan merasa tertekan. Saat ini saya fokus kepada mengembangkan ilustrasi saya dan terus menerus membuat proposal penawaran ilustrasi. Saya merasa satu bulan ini saya sangat dibantu oleh Allah dan diberi kemudahan memulai. Saya tahu bulan kedua menjalani ini belum tentu mudah, bulan ketiga, dan seterusnya, namun saya yakin saya bisa.
Najih juga setuju kalau saya mengerjakan ilustrasi di rumah, bukan karena dia misoginis atau hal-hal tidak feminis lainnya, dia mempertimbangkan kemungkinan tidak capek commuting, hemat akomodasi (tidak harus sewa apartemen), dan saya masih bisa berkarya dan melakukan apa yang saya suka. Saya bisa membuat gambar, video, menulis, dan sebagainya.
Pemasukan yang saya dapat mungkin tidak seberapa jika dibandingan take home pay jika saya bekerja di perusahaan bonafit di sini. Namun juga tidak tidak-seberapa, kira-kira mungkin sama seperti jika saya bekerja di Indonesia (kurang lebih ya, ini baru bulan pertama saya mencoba, dan toh juga pemasukan tiap orang di Indonesia berbeda-beda).
Tentu saja ada pro dan kontra terhadap apa yang saya lakukan ini. Pro nya; saya di rumah, bekerja santai, bisa menentukan waktu kapanpun, dan sebagian besar saya lakukan di pagi hari setelah Najih berangkat kerja (karena saya adalah morning person), dan saya selesai bekerja setelah Najih pulang kerja. Jam nya kurang lebih sama seperti orang bekerja kantoran, namun saya di rumah kadang kalau capek menatap layar saya beristirahat, nonton video, berolahraga, atau melakukan hal-hal lain yang saya suka seperti menulis blog, atau membuat video. Saya dan Najih juga bisa hemat biaya akomodasi dan transportasi, saya pribadi juga menyimpan energi tidak lelah untuk commuting, berinteraksi dengan orang-orang (yang mungkin banyak yang tidak penting tapi berpengaruh kepada mood), saya juga bisa melakukan tugas-tugas rumah.
Kontra; saya jadi anak rumahan (yang mana memang saya anak rumahan), tapi saya jadi jarang dandan dan berpakaian sesuai standar mau bepergian, karena sebenarnya saya suka dandan dan berpakaian. Saya melakukannya kalau pergi ke supermarket, atau kalau makan di luar di akhir pekan. Saya jadi tidak pernah berinteraksi dengan orang secara riil, karena semua komunikasi saya dengan klien hanya melalui chat dan internet, dan menggunakan Bahasa Inggris! Hal ini berarti saya mengurangi kemungkinan saya untuk belajar berpraktek Bahasa Italia (lagi dan lagi).
Kontra lainnya adalah pemasukan yang tidak tetap dan kadang cair lama. Sebagai contoh ilustrasi yang sudah saya kerjakan sejak akhir Januari belum juga cair karena memang pada surat perjanjian kerja akan cair hingga tiga minggu, atau yang memang tidak bisa saya 'pegang' uangnya karena saya biarkan di virtual akun/akun online. Selain itu juga kadang masalah perbedaan waktu, saya tinggal di GMT+1, perbedaan waktu dengan klien juga kadang membuat saya terpaksa harus stay connected setiap saat, kadang saya bangun jam 1 dini hari untuk cek email/message, kadang saya bangun jam 4 pagi untuk mengerjakan revisi karena pada jam tersebut jam bekerja klien, atau sebaliknya saya menunggu hingga sore jelang malam karena klien baru mulai beraktivitas pada jam tersebut.
Kemudian saya ingat bahwa saya memang bercita-cita untuk bisa menjadi full-time freelance. Meskipun pada cita-cita saya dulu, saya ingin bekerja dulu di sebuah perusahaan untuk mencari klien dan koneksi, fase yang sedang saya skip sekarang. Mungkin ini memang cara Tuhan mengabulkan doa-doa saya. Overall, saya sudah mulai enjoy melakukannya dan tidak lagi terlalu banyak memusingkan hal-hal yang tidak saya miliki sekarang. I am doing what I can do the best and enjoy it the most.
Saya juga tidak tahu apa yang akan terjadi besok, minggu depan, atau bulan depan. Bisa saja saya tiba-tiba mendapat panggilan dari interview terakhir, atau mendapatkan penawaran pekerjaan yang cukup sesuai dengan kriteria-kriteria saya di atas. We never know.
Doa saya, apapun dan bagaimanapun nantinya, saat ini saya mengerjakan pekerjaan lepas ini dan semoga saya bisa mengerjakannya dengan baik dan memaintain statistiknya agar terus meningkat dan bisa sustain dalam jangka panjang.
'Cause baby, we're the new romantics
The best people in life are free :)
Addina Faizati
Brescia, (masih) Winter
2019
PS: Anyway, saya sertakan link Behance saya juga, jadi buat teman-teman yang perusahaannya butuh ilustrator lepas atau informasi lebih lanjut, bisa kontak saya, ya! ;))