"I met you in the city of the fall..."
Aku teringat kata kata mu mengenai kota ini. Katamu, kota ini adalah kota yang tepat untuk terjatuh. Terjatuh entah mengenai apa, untuk apa, dan tentang apa.
"Jatuh apa? Cinta maksudmu?"
"Mmm.. terserah sih, boleh jatuh cinta, benci, jatuh beneran juga boleh." katamu sambil tersenyum dengan khas. Menghisap dalam dalam rokokmu.
Selanjutnya, seperti apa yang kamu bilang. Setiap sudut dan kejadian yang ada di kota ini, di kota mu, mampu membuatku terjatuh. Terjatuh dalam apa saja.
Aku terjatuh cinta pada sudut sudut ruang kerjaku. Pada guyonan lawas teman teman kerja. Pada sahabat lama yang masih terus saling berkomunikasi. Pada kebiasaan dan kehidupan baru. Pada banyak hal yang terlalu rinci jika harus kujelaskan satu satu.
Aku terjatuh benci pada malam malam dingin kota ini. Pada rasa sepi ketika berjalan pulang menuju kamar 3x3 ku. Pada rasa tidak tahu arah. Pada banyak hal yang aku tidak tahu apa dan mengapa.
"Kamu, berapa lama di sini?" tanyamu padaku dengan secangkir kopi hitam mu yang sudah separuh habis.
"Mm.. entah, sampai pekerjaan ini selesai mungkin?" jawabku.
Dan pembicaraan pun mengalir. Mengalir di sisi sisi dinding bata, di sela sela angin dingin malam kotamu. Di antara dua pasang telinga. Dua pasang mata. Sampai aku tidak sadar, kemana ini semua akan membawa. Sampai rasa kopi hitammu terasa samar di bibirku.
---
"Ayah, memangnya kita mau ke mana sekarang?" tanya bocah laki laki lugu di kursi belakang mobilku. Aku melirik melalui spion lalu tersenyum ke arah wanita cantik yang menyelamatkan hidupku.
"Kita mau ke tempat sahabat Ayah waktu masih muda, sayang." sahutnya sambil mengacak pelan rambut bocah laki laki lugu itu. Laki laki yang paling kusayangi. Nomor tiga.
---
"Kamu sadar nggak sih, kalau sebentar lagi aku bakal pergi ninggalin kota ini, ninggalin kamu?" tanyaku pada kamu. Kamu yang sudah membuatku terjatuh. Terjatuh di kota mu.
"Hmm.." sahutmu santai lalu menyalakan rokok di bibirmu. Mengenakan kembali kemeja flanelmu. Kemejamu yang wangi. Wangi oleh baumu. Bau kopi hitam dan rokokmu.
"Minggu depan pekerjaan ini selesai. Aku harus kembali ke kota ku. Kita gimana?" tanyaku lagi padamu. Merajuk. Merajuk pada orang yang sudah membuatku terjatuh. Terjatuh terlalu jauh.
Kamu diam. Memberikanku helai helai bajuku lalu mengantarku pulang dengan sepeda motormu.
---
Aku memarkirkan mobilku di depan sebuah rumah yang masih aku hafal benar arah jalannya. Di tengah kebutaan arahku. Sepuluh tahun yang lalu. Tahun dimana aku terjatuh. Terjatuh terlalu jauh dengan kota ini. Terjatuh terlalu dalam pada unsur kota ini.
Seorang wanita cantik keluar. Mengenakan jilbab. Cantik. Disusul oleh seorang laki laki yang seumuran denganku masih tampak gagah. Terlihat cocok dengan wanita berjilbab itu. Serasi. Shit. Jangan pernah sedikitmu kamu merasa menyesal, Reza! Kutukku pada diriku sendiri.
Aku kemudian mengajak istri dan laki laki yang kusayangi nomor tiga itu turun dari mobil.
"Rio, kenalin, ini Om Adi. Sahabat dekat Ayah waktu Ayah kerja di sini dulu."
---
"Siapa laki laki pertama di dunia ini yang kamu sayang, Za?"
"Ayahku."
"Yang kedua?"
"Kamu, Di."
---
Addina Faizati
Bandung, 30 Juli 2012
#nowplaying Adhitia Sofyan - September
sebuah fiksi imajinatif yang dibuat terinspirasi dari sudut sudut kota
Bandung#2