Aku selalu terkenang olehmu. Olehmu dan binar matamu. Olehmu yang selalu berhasil membuatku luluh untuk menuruti apa maumu. Olehmu yang pernah memintaku untuk sekedar menemanimu naik sebuah wahana permainan sepele di taman bermain kota. Bianglala.
"Aku malu. Kayak anak cewek."
"Sama aku kan? Jadi nggak apa apa." katamu mencoba meyakinkanku yang masih setengah cemberut.
Kamu diam. Terlihat sedang berpikir.
"Ya?" pintamu lagi. Dengan memasang wajah berbinar binar setengah memohon. Aku menghela nafas panjang. Kamu menang. Aku mengangguk pelan.
"Ya deh.. sekali aja tapi ya?" setengah malas aku mengajukan syarat. Disambut oleh sorak girangmu. Lalu kamu cepat cepat menggeleng.
"Nggak. Aku mau dua kali." sahutmu. "Yang kedua kalinya sama anak kita, nanti."
Aku tersenyum tersipu. Lalu kita berdua naik bianglala.
"Ayah, naik bianglala yuk yah!" suara perempuan kecil dan manja membuyarkan lamunanku. Tangan mungilnya menarik narik ujung kemejaku.
Aku tersenyum. Melihat putri kecil dengan binar mata yang cerah. Seperti ibunya.
"Maaf.. aku nggak bisa lagi.." kamu terisak perlahan. Kucir rambutmu naik turun mengikuti hentakan tangismu. Sambil mengembalikan kotak kecil berwarna merah marun kepadaku. "Aku.. aku.."
Aku memelukmu. Mengambil kembali kotak merah tersebut seraya mengangguk pelan, "Nggak apa apa, aku ngerti.." sambil berbisik pelan di atas rambutmu. Yang nantinya tidak bisa lagi kucium wangi shamponya.
Lebih baik aku tidak mendengar alasan klise apapun daripada aku harus melihatmu terisak seperti itu. Kamu tahu?
"Reika naik bianglala sama Bunda aja, ya?"
Aku selalu teringat olehmu. Olehmu dan cincin ukuran enammu. Olehmu yang entah mengapa memutuskan hubungan yang sudah lama kita jalani. Olehmu yang pernah menjanjikan akan naik sebuah wahana yang sama dengan anak kita. Olehmu. Tanpamu. Aku masih teringat janjimu.
"Kenapa Yah?"
"Ayah malu, kayak anak cewek."
...
0 comments