Ciao!
It's been 10 months since my first time arrived here, I know, it's been a quite long time as well since my last time posting something here. I guess I'm too focus on my other social media (Instagram and trying out Youtube channel) and forgot to write here. I knew, I'm sorry. Surprisingly, there were still some of the people click my blog, one of the most popular posts is the one about LPDP and PK itself. I'm glad if some of you jumped into this blog because of that, and good luck for your selection, guys.
Now, I finished my first year of Master, welcoming my first quarter (25), and by this post, I will share 10 things about Milan (in my very personal opinion) after 10 months I study here. Anyway, first thing first, I will switch to Bahasa (sometimes also English) because it will be easier for me, the list is not in order, and it will be as easy as 1, 2, 3 ~
#1 She is Milan
Ada banyak hal-hal mengejutkan di Milan yang tidak bisa kamu dapatkan kalau kamu hanya mampir 1 hari, 2, hari, 3 hari, ataupun seminggu. Kejutan-kejutan itu yang tidak bisa kita hindarkan dan tidak bisa kita prediksi, well, we can predict it, but we still can not accept it (somehow). Tapi kalau kamu lihat lebih dekat dan tinggal lebih lama, kota ini akan lebih ramah dan bersahabat, dan menjadi salah satu tempat yang paling kamu rindukan. Mungkin juga karena Milan adalah 'rumah' buat saya, ya, jadi wajar saja kalau saya kangen 'rumah'. But the thing is, there is something about Milan that you will miss it.
Since I like to make like a 'persona' to the city that I've been, so I'm pretty sure that Milan is a She. Milan itu kalau diibaratkan seperti perempuan, perempuan di usia paruh baya, single, cantik, dan pastinya stylish. Milan bisa sangat tidak terduga walaupun kamu sudah menduganya, dia dingin dan bisa berlaku keras pada siapa saja, tapi di satu sisi juga dia hangat, ramah, dan friendly. Milan sangat photogenic, bukan photogenic dalam artian seperti apa saja cantik ya, tapi you know she is photogenic when you already know her best angle.
Tinggal di Milan mengajarkan saya banyak hal, terutama dalam hal kemandirian dan toleransi. I don't know how to explain this to you, but yes it is.
"She is Milan. She is pretty. She is unpredictable. Sometimes she is as cold as winter. Sometimes she is as warm as summer. She is photogenic. She is Milan."
Gallery Vittorio Emanuel II |
#2 Food Culture
Tidak lain dan tidak bukan adalah makanan! When we talk about Italy, we will talk about food. Definitely yes. Walaupun konon katanya, makanan di Milan masih belum bisa merepresentasikan the best of Italian food, tapi saya menjadi lebih memperhatikan makanan sejak saya tinggal di sini, di Milan, atau secara umum, Itali.
Contohnya, di sini ada banyak sekali macam dan jenis pasta, dari yang paling sederhana; Spaghetti, Fusilli, Fetucinni, tapi ada juga Farfalle, Bavette, dan sebagainya. Misalnya untuk Farfalle adalah pasta berbentuk kupu-kupu (seperti pita), Bavette adalah versi lebih tebal dari Spaghetti, ada juga yang berbentuk seperti keong, atau ada yang seperti crumpled, Raviolli, pasta dengan isian tertentu. Itu baru varian pastanya, belum lagi dari bahannya, ada yang berbahan dasar telur, gandum, tepung, bio, atau tidak bio. Pilihan saus nya juga tidak kalah banyak, OMG, one single section is not enough to describe, dan kombinasi saus tertentu juga biasanya digunakan untuk varian pasta tertentu.
Pizza! Surprisingly, pizza di sini berbeda dengan pizza yang biasa kita temukan di Indonesia, pizza di sini tipis dan cenderung keras di tepiannya, mereka juga biasanya memakan satu loyang pizza untuk sendiri. Awalnya saya juga masih belum terbiasa (dan pastinya tidak habis), tapi sekarang, I definitely can eat whole pizza by myself. Pizza favorit saya adalah tonno dan margherita. And they don't put pineapple on the pizza.
Belum lagi gelato nya, one of my favorite! Pistacchio. Semacam kacang-kacangan yang rasanya manis namun gurih. Gelato favorit saya adalah kombinasi pistacchio dan limone (lemon) atau fragola (strawberry). You can find gelateria almost everywhere here. Gelato heaven! Don't forget coffee! Kopi setiap pagi, setiap istirahat, setiap sesudah makan, pagi-siang-sore-malam, dengan beberapa aturan tidak tertulis, dan harga yang terjangkau. Hampir di setiap gang di sini pasti ada coffee shop, dan kopi di sini tidak seperti Starbucks, kopinya didominasi oleh Macchiato, Caffe, Capuccino, Marrochino, dan hampir semuanya disajikan hangat. Sangat jarang (hampir tidak pernah malah) melihat kopi dengan gelas besar dan dingin seperti yang kita lihat di Indonesia. Tidak ada Starbucks di sini, karena mereka menganggap kopi adalah bagian dari culture mereka.
Yang pasti, selama di sini, hampir setiap hari saya makan pasta (dan berbagai macam toping maupun variasi ala Indonesia/Asia), minum kopi (kopi mesin di kampus, kadang di coffee shop), dengan mudah membeli gelato, dan makan buah. Sepertinya pola makan saya juga menjadi lebih sehat karena makanan sehat mudah ditemukan di mana-mana.
The thing is, mereka sangat menghargai makanan, dan makanan mereka juga didominasi oleh makanan sehat (sedikit gorengan, banyak rebus atau panggang), mereka juga hampir pasti bisa memasak dan baking. OMG, I really need one complete post about food here. I also learn to cook a bit. PS: My photo is not a representative of Italian food, I'm not really good at food picture.
#3 Easy to Access = Travel More!
Here is the thing! Faktanya, Milan adalah salah satu dari key transport nodes di Eropa sekaligus kota paling penting yang menghubungkan seluruh Italia. Dari Milan, saya bisa mengakses banyak negara di sekitar Italia dengan mudah, baik itu menggunakan bus, maupun kereta, untuk negara yang sedikit lebih jauh, saya bisa menggunakan pesawat, low-cost airlines, of course. Contohnya, dari Milan ke Zurich, perjalanan ke luar negeri pertama saya, hanya membutuhkan sekitar 3 jam dari Milan naik bus. Bahkan sudah tersedia juga kereta api dari Milan ke beberapa kota di sekitar, seperti kota-kota di Perancis dan Swiss.
Winter trip saya tahun lalu pun saya menggunakan transportasi bus, full. Selain karena ada promo dari bus tersebut, juga karena masih cukup terjangkau dari Milan. Yay for night bus!
Sisa nya, saya banyak menggunakan pesawat, sudah pasti Ryan Air, hanya ada 1 trip ke Belanda yang saya menggunakan Easy Jet. It's so cheap, rata-rata tiket trip saya dimulai dari 9€ - 60€ (paling mahal). Salah satu hal yang paling saya syukuri adalah saya tinggal di Milan, di mana transportasi ke luar negeri relatif mudah, banyak, cepat, dan tidak terlalu mahal. Akses yang mudah dari Milan ke luar negeri membuat saya mudah tergiur dengan tiket-tiket murah. No regret!
#4 Transportation System
Masih lanjutan dari nomor sebelumnya, tidak hanya dipermudah ke luar negeri. Tapi juga di dalam kota, dan di dalam negeri (Italia) pun saya merasa mudah. Sistem transportasi di Italia mungkin memang bukan yang terbaik di seluruh penjuru Eropa. But, well, we are all connected, and cheap! Selama saya berkeliling di beberapa kota dan negara di Eropa, Milan adalah salah satu yang paling murah dan mudah.
Milan memiliki 4 sistem transportasi, yaitu kereta, metro, tram, dan bus. Semuanya terkoneksi dengan baik, dengan berbagai macam jenis tipe kendaraannya. Awal kehidupan saya di Milan, saya adalah anak kereta, tapi seiring dengan pindah kos, saya jadi anak tram. Favorit saya sebenarnya adalah tram, dan tentunya tram Milan salah satu yang klasik. Milan memiliki beberapa jenis tram, dari yang paling baru (biasanya untuk jalur tepi kota (mostly untuk citizen)), agak baru, lama, dan paling lama dan klasik. Tram yang cuma terdiri dari satu gerbong, saking classy nya, Milan juga menawarkan fasilitas restoran di tram klasik tersebut (dengan harga yang cukup mahal). Jadi dengan membayar sekian euro, bisa menikmati dinner lengkap ala Italia sambil naik tram di pusat kota Milan. Semakin pusat kota, maka semakin jadul tram nya untuk menarik perhatian turis dan pengunjung.
Metro juga salah satu yang saya suka, karena metro lebih cepat, dan mudah, aman dari hujan, dan dingin. Metro favorit saya warna ungu, atau M5, paling dingin, baru, dan cepat. Tapi memang jalurnya relatif lebih sedikit.
Harga transportasi dalam kota ini juga relatif lebih murah. Tiket hariannya 4.5€, satu kali jalan 1.5€, dan karena saya tinggal di sini, saya menggunakan kartu langganan yang harganya 200€ selama satu tahun untuk seluruh kota. Untuk yang di atas 26 tahun, satu bulannya berlangganan 35€. We move a lot, dan harga tersebut dapat digunakan untuk semua sistem transportasi tersebut ke mana pun, kapan pun di Milan.
Selain itu, Milano Centrale adalah pusat transportasi Milan yang bisa membawa ke hampir manapun di Italia. Terdapat fasilitas Trenord (kereta bagian utara Italia), atau Trenitalia (kereta untuk mencapai seluruh Italia). Beberapa kota di Itali tidak terjangkau jalur kereta, namun Trenitalia masih menyediakan layanan bus untuk bermobilisasi antar kota. Kemudahan sistem transportasi dalam negeri ini yang membuat saya lebih mudah dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk liburan atau day-trip di dalam Itali.
#5 Events!
Yes a lot of events! Dari acara Milan Design Week, Milan Fashion Week, sampai acara-acara seperti East Market, atau Vintage Market, Jazz in the Park, Architecture Week, Open House Milano, dan banyak pameran-pameran yang bisa ditemukan di museum dan atau galeri di Milan.
Banyaknya acara-acara, baik yang gratis maupun berbayar di Milan, membuat saya hampir pasti melihat sesuatu yang 'baru' di kota ini. Sebagai salah satu pusat design, dan fashion, dan juga kota (atau negara) yang sangat menghargai arsitektur, Milan mendedikasikan minggu-minggu untuk desain, fashion, dan arsitektur yang terbuka untuk umum (beberapa juga tertutup) dan gratis. Berupa instalasi, pameran, talkshow, ataupun workshop yang berhubungan dengan tema tertentu.
Serupa tapi tak sama dengan Open House Milano, yaitu acara di mana selama beberapa hari, bangunan-bangunan yang awalnya 'tertutup' untuk umum menjadi terbuka dan dengan guide tertentu untuk pengunjung. Hal ini juga berlaku untuk Milan Design Week dan Milan Fashion Week.
Selain acara-acara besar tersebut, juga ada acara-acara kecil yang lebih rutin, seperti flea market, atau vintage market, di spot-spot tertentu, Navigli, Lambrate, atau Isola. Acara musik di taman, di Duomo, dan hampir semuanya gratis. Not to mention a bunch of free event for aperitivo and drinks. Salah satu favorit saya adalah museum. Mudec, Palazzo Reale, Fondazione Prada, etc. I can not mention all of them but yes, Milan memiliki banyak museum dan galeri dengan jadwal yang sudah terperinci dan bisa berganti-ganti setiap 2-3 bulan sekali. Saya kadang datang ke event tertentu yang menurut saya menarik dan dari situ sedikit banyak menambah wawasan saya tentang apapun tema dan topik terkait.
Yes a lot of events! Dari acara Milan Design Week, Milan Fashion Week, sampai acara-acara seperti East Market, atau Vintage Market, Jazz in the Park, Architecture Week, Open House Milano, dan banyak pameran-pameran yang bisa ditemukan di museum dan atau galeri di Milan.
Banyaknya acara-acara, baik yang gratis maupun berbayar di Milan, membuat saya hampir pasti melihat sesuatu yang 'baru' di kota ini. Sebagai salah satu pusat design, dan fashion, dan juga kota (atau negara) yang sangat menghargai arsitektur, Milan mendedikasikan minggu-minggu untuk desain, fashion, dan arsitektur yang terbuka untuk umum (beberapa juga tertutup) dan gratis. Berupa instalasi, pameran, talkshow, ataupun workshop yang berhubungan dengan tema tertentu.
Serupa tapi tak sama dengan Open House Milano, yaitu acara di mana selama beberapa hari, bangunan-bangunan yang awalnya 'tertutup' untuk umum menjadi terbuka dan dengan guide tertentu untuk pengunjung. Hal ini juga berlaku untuk Milan Design Week dan Milan Fashion Week.
Selain acara-acara besar tersebut, juga ada acara-acara kecil yang lebih rutin, seperti flea market, atau vintage market, di spot-spot tertentu, Navigli, Lambrate, atau Isola. Acara musik di taman, di Duomo, dan hampir semuanya gratis. Not to mention a bunch of free event for aperitivo and drinks. Salah satu favorit saya adalah museum. Mudec, Palazzo Reale, Fondazione Prada, etc. I can not mention all of them but yes, Milan memiliki banyak museum dan galeri dengan jadwal yang sudah terperinci dan bisa berganti-ganti setiap 2-3 bulan sekali. Saya kadang datang ke event tertentu yang menurut saya menarik dan dari situ sedikit banyak menambah wawasan saya tentang apapun tema dan topik terkait.
Milan Design Week 2017 |
#6 Language Barrier
Of course it is. Kuliah yang saya ambil memang international class dan saya bersekolah di sekolah internasional. But. Untuk hidup di negara yang tidak menggunakan bahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari, tentu memaksa saya sedikit-sedikit berusaha belajar bahasa Italia. Tidak jarang terjadi salah paham di kantor, di bank, di jalan, dengan orang Italia, dan saya cuma bisa berkata 'non parlo Italiano'.
Tinggal di Italia, dengan teman-teman berbahasa Inggris yang mungkin memiliki aksen Italia, berbicara bahasa Indonesia dengan teman-teman Indonesia, dan kadang tercampur bahasa Italia justru membuat bahasa Inggris saya getting worse, bahasa Indonesia terbalik-balik, dan bahasa Italia yang tidak banyak berkembang.
Setelah sepuluh bulan tinggal di sini, dengan jumlah teman international yang mendominasi, dan kebutuhan berbahasa Italia yang tidak mendesak, membuat kemampuan bahasa Italia saya juga cosi-cosi, alias ya segitu-segitu saja. Minimal saya bisa berhitung, berbelanja, dan sedikit mengerti, tapi tidak bisa berbicara.
Well, actually this barrier matter untuk hal-hal yang sekiranya bisa membantu menambah wawasan saya seperti talkshow, workshop, camp, dan sebagainya yang kadang juga didominasi oleh bahasa lokal. Kecuali jika acara tersebut memang acara besar/diadakan oleh kampus/international-based.
At first, that was difficult, but now I realised that it's actually good for me, tho'. Saya akan memulai belajar bahasa Italia mulai liburan summer ini. Ya ~ baru mau dimulai *finger-crossed.
Of course it is. Kuliah yang saya ambil memang international class dan saya bersekolah di sekolah internasional. But. Untuk hidup di negara yang tidak menggunakan bahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari, tentu memaksa saya sedikit-sedikit berusaha belajar bahasa Italia. Tidak jarang terjadi salah paham di kantor, di bank, di jalan, dengan orang Italia, dan saya cuma bisa berkata 'non parlo Italiano'.
Tinggal di Italia, dengan teman-teman berbahasa Inggris yang mungkin memiliki aksen Italia, berbicara bahasa Indonesia dengan teman-teman Indonesia, dan kadang tercampur bahasa Italia justru membuat bahasa Inggris saya getting worse, bahasa Indonesia terbalik-balik, dan bahasa Italia yang tidak banyak berkembang.
Setelah sepuluh bulan tinggal di sini, dengan jumlah teman international yang mendominasi, dan kebutuhan berbahasa Italia yang tidak mendesak, membuat kemampuan bahasa Italia saya juga cosi-cosi, alias ya segitu-segitu saja. Minimal saya bisa berhitung, berbelanja, dan sedikit mengerti, tapi tidak bisa berbicara.
Well, actually this barrier matter untuk hal-hal yang sekiranya bisa membantu menambah wawasan saya seperti talkshow, workshop, camp, dan sebagainya yang kadang juga didominasi oleh bahasa lokal. Kecuali jika acara tersebut memang acara besar/diadakan oleh kampus/international-based.
At first, that was difficult, but now I realised that it's actually good for me, tho'. Saya akan memulai belajar bahasa Italia mulai liburan summer ini. Ya ~ baru mau dimulai *finger-crossed.
#7 University Life
Karena tujuan saya di sini adalah untuk melanjutkan studi, tentu saja kehidupan di kampus mendominasi kegiatan sehari-hari saya. Banyak hal pada sistem pendidikan yang tentu saja berbeda dengan di Indonesia. Konsep mengajar, tugas, exam, dan sistem penilaian.
Sistem penilaian dan kompetensi yang berbeda, language barrier, pressure dan porsi tugas yang cukup banyak dengan rentang waktu yang tidak panjang, dan konsep tugas/exercise yang hampir selalu dalam grup tentu menambah pikiran tersendiri untuk sebuah tugas yang mungkin saja sebenarnya ringan.
Untuk hal-hal tersebut, yang tidak bisa saya rubah (tentu saja), saya menerima dan mencoba mengikuti pola yang sudah ada. Studi di negara yang bukan home-country, dengan bahasa yang bukan native, teman-teman yang berbeda latar belakangnya. I'm the only Indonesian in the class. Bukan mudah, tapi bukan berarti susah. Yang paling penting adalah bagaimana beradaptasi dengan cepat dan tepat.
I think I'm kind of use to it now.
#8 A Lot of New People
Porsi Italian-International di jurusan saya memang cukup seimbang, 50:50. Sehingga kami benar-benar blended, banyak keuntungan dari berteman dengan banyak teman internasional, terutama dari toleransi dan culture. Selain teman-teman internasional, saya juga bertemu dengan banyak teman-teman sesama pelajar Indonesia di Milan, maupun Itali secara umum. Saya lebih bertoleransi terhadap berbagai banyak hal, pola pikir, atau kebiasaan. Apa yang teman saya pikirkan, kalaupun itu berbeda atau bertentangan dengan saya, kurang lebih karena kebiasaan dan latar belakang yang berbeda dari kami.
Semakin ke sini, saya semakin dan semakin toleran, karena semakin banyak bertemu orang dari berbagai macam latar belakang, suku, ras, dan bahasa. Teman-teman internasional adalah teman-teman saling membutuhkan, tapi bukan berarti saling menggantungkan. Kami berteman, tapi bukan berarti kami harus membagi semuanya. Mereka tidak memperdulikan agama, kebiasaan, suku, atau hal-hal lainnya yang tidak berpengaruh banyak dalam pola pertemanan. Hal-hal yang terlalu personal atau di luar batas pertemanan tentu tidak akan kami komentari, asalkan masih dalam batas kewajaran dan akal sehat.
The more you meet people, the more you tolerate.
#9 New Knowledge(s)
Dari hal-hal di atas tadi, tentunya menambah wawasan tentang banyak hal. Literally wawasan di kampus, yang didapatkan dari prof di kelas, atau wawasan lain yang sedikit banyak berhubungan, dari event, workshop, atau talkshow.
Dari hal-hal yang besar dan literally dari kelas/kuliah, tadi sampai hal-hal kecil yaitu berwawasan bagaimana tinggal sendiri, cara memasak, atau wawasan kecil yang akan mempengaruhi kehidupan di masa depannya, maupun yang tidak. I learnt a lot. A lot of things happened near me that I can take a lesson for every thing that happened. I don't know how to say, because it is about intangible things, we can not measure it.
But you know that you know it.
Karena tujuan saya di sini adalah untuk melanjutkan studi, tentu saja kehidupan di kampus mendominasi kegiatan sehari-hari saya. Banyak hal pada sistem pendidikan yang tentu saja berbeda dengan di Indonesia. Konsep mengajar, tugas, exam, dan sistem penilaian.
Sistem penilaian dan kompetensi yang berbeda, language barrier, pressure dan porsi tugas yang cukup banyak dengan rentang waktu yang tidak panjang, dan konsep tugas/exercise yang hampir selalu dalam grup tentu menambah pikiran tersendiri untuk sebuah tugas yang mungkin saja sebenarnya ringan.
Untuk hal-hal tersebut, yang tidak bisa saya rubah (tentu saja), saya menerima dan mencoba mengikuti pola yang sudah ada. Studi di negara yang bukan home-country, dengan bahasa yang bukan native, teman-teman yang berbeda latar belakangnya. I'm the only Indonesian in the class. Bukan mudah, tapi bukan berarti susah. Yang paling penting adalah bagaimana beradaptasi dengan cepat dan tepat.
I think I'm kind of use to it now.
Politecnico di Milano - Leonardo Campus |
Porsi Italian-International di jurusan saya memang cukup seimbang, 50:50. Sehingga kami benar-benar blended, banyak keuntungan dari berteman dengan banyak teman internasional, terutama dari toleransi dan culture. Selain teman-teman internasional, saya juga bertemu dengan banyak teman-teman sesama pelajar Indonesia di Milan, maupun Itali secara umum. Saya lebih bertoleransi terhadap berbagai banyak hal, pola pikir, atau kebiasaan. Apa yang teman saya pikirkan, kalaupun itu berbeda atau bertentangan dengan saya, kurang lebih karena kebiasaan dan latar belakang yang berbeda dari kami.
Semakin ke sini, saya semakin dan semakin toleran, karena semakin banyak bertemu orang dari berbagai macam latar belakang, suku, ras, dan bahasa. Teman-teman internasional adalah teman-teman saling membutuhkan, tapi bukan berarti saling menggantungkan. Kami berteman, tapi bukan berarti kami harus membagi semuanya. Mereka tidak memperdulikan agama, kebiasaan, suku, atau hal-hal lainnya yang tidak berpengaruh banyak dalam pola pertemanan. Hal-hal yang terlalu personal atau di luar batas pertemanan tentu tidak akan kami komentari, asalkan masih dalam batas kewajaran dan akal sehat.
The more you meet people, the more you tolerate.
PSSD - Scuola del Design Politecnico di Milano 2016/2017 Service Design Studio |
Dari hal-hal di atas tadi, tentunya menambah wawasan tentang banyak hal. Literally wawasan di kampus, yang didapatkan dari prof di kelas, atau wawasan lain yang sedikit banyak berhubungan, dari event, workshop, atau talkshow.
Dari hal-hal yang besar dan literally dari kelas/kuliah, tadi sampai hal-hal kecil yaitu berwawasan bagaimana tinggal sendiri, cara memasak, atau wawasan kecil yang akan mempengaruhi kehidupan di masa depannya, maupun yang tidak. I learnt a lot. A lot of things happened near me that I can take a lesson for every thing that happened. I don't know how to say, because it is about intangible things, we can not measure it.
But you know that you know it.
Politecnico di Milano - Bovisa Campus |
#10 Yourself
Baru 10 bulan tinggal di sini, saya jadi lebih memahami diri saya sendiri. Saya mengerti batas diri saya sendiri dan menjadi lebih mandiri. Pikirkan bahwa semua yang saya lakukan harus bisa saya terima resiko dan pertanggung jawabkan. Jangan merepotkan orang lain, karena tidak semua orang memiliki pikiran dan pekerjaan yang sama.
Dari hal kecil seperti makan dengan baik dan benar. Karena makan untuk kesehatan, kalau sehat, bisa beraktivitas dengan baik dan nyaman, tidak perlu sakit sampai membutuhkan orang lain untuk merawat, atau ke rumah sakit. Dari situ saya jadi belajar (poin nomor 9) memasak yang mudah, cepat, dan sehat. Selanjutnya adalah hal mengatur keuangan, berhemat untuk traveling, berhemat untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa di masa depan. Berbelanja dengan efisien, tapi jangan sampai mengorbankan kebahagiaan dan kesehatan.
Juga pertemanan/pergaulan/lingkungan, kamu akan tahu lingkungan mana yang membuatmu paling nyaman dan tidak perlu terlalu ngoyo untuk berbaur dengan lingkungan lain.
It may sound like you are lonely, but actually, you are not. Mandiri bukan berarti kesepian. It is really okay to go out by yourself, do things that you need by yourself, and do the things that you have to do by yourself.
Afterall, this experience to live in this city really changed my life. Tahun lalu saya mungkin bertemu 130 orang baru dalam waktu tiga bulan (refers to PK), tapi tahun ini, entah berapa ratus orang yang saya temui dan dari berbagai macam latar belakang. Tidak terhitung berapa banyak yang saya lihat dan saya pelajari dalam waktu kurang dari satu tahun. Tidak semuanya hal-hal baik, banyak juga hal-hal kurang menyenangkan yang saya alami di sini. But, whatever happened in this city (eventho it's a shit), I will always have special feeling for Milan.
Be grateful and be positive. The rest of 2016 and the first term of 2017 is really unpredictable for me. Let's make another roller coaster year ahead, 25.
Baru 10 bulan tinggal di sini, saya jadi lebih memahami diri saya sendiri. Saya mengerti batas diri saya sendiri dan menjadi lebih mandiri. Pikirkan bahwa semua yang saya lakukan harus bisa saya terima resiko dan pertanggung jawabkan. Jangan merepotkan orang lain, karena tidak semua orang memiliki pikiran dan pekerjaan yang sama.
Dari hal kecil seperti makan dengan baik dan benar. Karena makan untuk kesehatan, kalau sehat, bisa beraktivitas dengan baik dan nyaman, tidak perlu sakit sampai membutuhkan orang lain untuk merawat, atau ke rumah sakit. Dari situ saya jadi belajar (poin nomor 9) memasak yang mudah, cepat, dan sehat. Selanjutnya adalah hal mengatur keuangan, berhemat untuk traveling, berhemat untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa di masa depan. Berbelanja dengan efisien, tapi jangan sampai mengorbankan kebahagiaan dan kesehatan.
Juga pertemanan/pergaulan/lingkungan, kamu akan tahu lingkungan mana yang membuatmu paling nyaman dan tidak perlu terlalu ngoyo untuk berbaur dengan lingkungan lain.
It may sound like you are lonely, but actually, you are not. Mandiri bukan berarti kesepian. It is really okay to go out by yourself, do things that you need by yourself, and do the things that you have to do by yourself.
Afterall, this experience to live in this city really changed my life. Tahun lalu saya mungkin bertemu 130 orang baru dalam waktu tiga bulan (refers to PK), tapi tahun ini, entah berapa ratus orang yang saya temui dan dari berbagai macam latar belakang. Tidak terhitung berapa banyak yang saya lihat dan saya pelajari dalam waktu kurang dari satu tahun. Tidak semuanya hal-hal baik, banyak juga hal-hal kurang menyenangkan yang saya alami di sini. But, whatever happened in this city (eventho it's a shit), I will always have special feeling for Milan.
Be grateful and be positive. The rest of 2016 and the first term of 2017 is really unpredictable for me. Let's make another roller coaster year ahead, 25.
Addina Faizati
Milan, 25
PS: All photos are taken by me, you can check my photos collection through my Instagram :)
You can also read Guide to Milan by me via cottonink magazine 247 https://www.cottonink.co.id/magazine/read/24 there :)
You can also read Guide to Milan by me via cottonink magazine 247 https://www.cottonink.co.id/magazine/read/24 there :)