Indochina Trip (5Countries 10Days): Bangkok's Unpredictable Crowd
By addinaf - 9:58:00 PM
Sebelumnya :
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Prolog
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Malam di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Suatu Siang (yang panjang) di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Karma Malaka
Indochina Trip (5Countries 10Days): Such a Slow Day in Malacca
Day 4, 2 April 2015
Perjalanan menuju KLIA bisa dibilang cukup lancar, kami tiba tepat waktu, sekitar pukul tujuh pagi. Kami yang sudah tidak banyak memiliki ringgit menunggu pesawat dengan mengantuk sambil makan coklat bekal yang saya bawa dari Indonesia. Sebelum terbang menuju Bangkok, kami juga berantisipasi untuk menukarkan uang kami menjadi Baht.
Kami terbang dengan menggunakan Malindo Air (group Lion) dan rupanya pelayanan mereka sama saja dengan Lion, delay dan kurang nyaman rasanya. Akibatnya, kami tiba di Don Mueang sedikit terlambat dari waktu seharusnya. Kira-kira pukul 11 siang kami baru mendarat. Anyway.... mulai terjadi culture shock. Begitu kami menginjakkan kaki di Don Mueang, bam! Bagaimana ya, it's crowded! Benar-benar riweuh, ramai seperti pasar, dan tidak se tertib ketika kami di Malaysia, apalagi jika dibandingkan dengan Singapura! Perjalanan kami mulai berada di fase- bahasa-yang-tidak-akan-kita-mengerti ! Kami bertiga sejujurnya agak tercengang dengan ke-ramai-an Don Mueang, bukan ramai secara manusia nya sih, tapi secara pendengaran, lebih tepatnya. Bisa jadi juga karena kami tidak paham apa yang mereka katakan sih. Kesan pertama Bangkok adalah; crowded.
Tujuan pertama kami siang itu tentu saja hostel! Kami berencana menginap di Khao San Road, dari Don Mueang menuju Khao San Road bisa ditempuh dengan naik bus. We literally didn't have any idea where to go. Kami bertanya pada bagian informasi untuk menanyakan letak bus stop nya. Buat kalian yang akan menempuh rute yang sama, keluar dari pintu Don Mueang, ke arah kanan, kemudian sampai jalan besar, di bawah jembatan tepat. Tidak perlu menyebrang.
Kami menunggu bus nomor 59 yang menurut informasi berwarna biru. 10 menit berlalu, banyak bus berlalu-lalang, tapi tidak ada yang bernomor 59 dan berwarna biru, semua 59 dan merah. Parahnya, tidak ada orang yang bisa ditanyai! They can't speak English! Sampai kemudian kami bertemu sesama foreigner yang hendak menuju Khao San Road, kami bersepakat untuk mencoba naik bus 59 merah.
Caranya adalah dengan menunjukkan tulisan alamat hostel kami yang sudah kami capture sebelumnya (tulisan harus dalam bahasa Thailand), supir tersebut mengangguk-angguk. Pertanyaan berikutnya, bagaimana kami tahu kami sudah sampai dan berapa bayarnya? Nobody can speak English and we have no internet. Beruntung, kami sempat mendapat peta Bangkok dan hanya menebak-nebak dari peta tersebut. Menariknya, selama di bus, ada seorang ibu-ibu yang berusaha membantu kami dan mengajak kami berbicara dengan bahasa Thailand. Belakangan kami tahu dengan bahasa tarzan seadanya bahwa ternyata bus berwarna merah merupakan bus dari pemerintah (gratis), bus berwarna biru merupakan bus pemerintah yang terdapat investasi swasta, bayar setengah harga, sedangkan bus berwarna kuning adalah murni milik swasta (bayar paling mahal, fasilitas paling nyaman). Saya rasa ide ini cukup bagus dan bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia.
Perjalanan dari Don Mueang menuju Khao San Road berjalan sangat lama. Memang cukup jauh, tapi kami tidak menyangka akan selama ini. Bangkok macet! Mirip seperti Jakarta. Bus yang kami naiki seperti bus kota tanpa AC pada umumnya, hanya saja dengan keadaan yang lebih baik. Saya sendiri tertidur selama perjalanan, Hanief dan Hendro yang mengamati jalan dan mencocokkannya dengan peta.
Sekitar pukul 2 siang kami baru tiba di Khao San Road, kami dibantu diingatkan oleh ibu-ibu yang tadi dengan bahasa isyarat dan sedikit Bahasa Thailand yang kami juga tidak pahami. Kami bertiga kemudian berpisah dengan that Brazilian girl di Khao San Road. Finally we are here! Oh ya, sebenarnya kami tidak menginap tepat di Khao San Road, melainkan masih di jalan-jalan sekitar situ, yang masih ramai dan terjangkau, hanya berbeda sekitar 1-3 gang saja.
Kami menginap di Suneta Hostel di malam pertama ini. Suneta Hostel sendiri menjadi well-designed-hostel pertama yang kami tinggali. Berupa ruko 4 lantai dengan desain lucu di dalamnya. Hanief dan Hendro suka sekali dengan hostel ini, hostel ini memang menyenangkan, tapi saya pribadi merasa hostel ini masih terlalu mahal. Dan akhirnya kami bisa bertanya dengan Bahasa Inggris kepada resepsionis hostel.
Sudah pukul 3 sore, benar-benar di luar prediksi. Rencana kami, sekitar pukul 12 sudah tiba di hostel dan kemudian lanjut jalan di sekitar Grand Palace. Kami hanya beristirahat sebentar, sekitar pukul 4 kami keluar dan memutuskan untuk berjalan menuju Wat Arun karena pukul 5 Grand Palace sudah tutup. Oh ya, Khao San Road ini merupakan kawasan jalan yang super ramai! Night and day, dan relatif dekat dengan mana-mana, walkable. Asalkan kalian betah dengan cuaca super-panas Bangkok.
Bangkok pukul 4 sore pun masih terasa cukup panas bagi kami, saat kami berjalan menuju Wat Arun, saya sempat mengamati beberapa pertokoan banyak menjual kaos semacam seragam polo-shirt berwarna ungu pucat. Pada dasarnya, jalanan kota Bangkok cukup nyaman, dan terutama di lingkungan Khao San Road, kami banyak menemukan banyak temple khas Thailand dengan detail ekstra nya. Kemudian di tengah perjalanan, ada seorang mbak-mbak mengajak Hanief berbicara dalam Bahasa Thailand, kemudian saat Hanief berkata I don't speak Thai, si mbak mengaku I thought you are Thai, anyway...
Nah! Kemudian mbak-mbak tadi memberikan info bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Raja Thailand dan akan ada pesta rakyat sehabis matahari tenggelam, mbak tadi menyarankan kami untuk naik tuk-tuk dan naik kapal di sungai Chao Phraya. Saya sudah curiga ini adalah semacam scam, meskipun Hanief dan Hendro terlihat bersemangat. Okay.
Akhirnya kami naik tuk-tuk yang mbak-mbak tadi panggilkan untuk menuju semacam dermaga kecil di gang kecil. I warned you, this is a scam! Kami bertiga akhirnya naik kapal kecil untuk menyusuri Chao Phraya. Well, walaupun harganya cukup mahal (200Baht), tapi sepertinya kami akhirnya cukup menikmati perjalanan tersebut, kami dibawa melihat-lihat sisi lain Bangkok, semacam riverside nya di saat Golden Hour!
Tepian sungai Chao Phraya selain banyak temple, juga berupa perumahan biasa (benar-benar di tepi sungai), beberapa well-designed, beberapa seperti bantaran sungai biasanya di Jakarta. Pada suatu titik, kapal diberhentikan dan Bapak tersebut memberitahukan bahwa di sungai ini banyak ikan yang hidup (lele), adanya ikan yang hidup dengan sehat menandakan bahwa airnya cukup sehat, kan? Eh, tapi kalau yang hidup di sungai ini lele, gimana ya? Hahaha. Tapi yang jelas, kami bertiga girang karena melihat banyak lele. Weird, I know.
Ujung perjalanan kami adalah Wat Arun, kami diberhentikan di sisi sebrang Chao Phraya, yaitu Wat Arun. Sayang sekali Wat Arun sedang dalam proses konservasi, kami jadi tidak bisa masuk ke dalamnya (hanya di area Wat Arun). Wat Arun benar-benar memiliki warna yang tepat memantulkan warna matahari senja. Kami cukup menikmati Wat Arun sore itu.
Kira-kira sebelum mulai gelap, kami kembali menyebrang dan berjalan (cukup jauh) untuk kembali ke area Khao San untuk mencari makan malam. Kami pulang melewati kawasan Grand Palace, sebelumnya kami mampir untuk membeli Thai tea (14Baht) di 7-11 yang terletak tepat di depan Grand Palace, yang kemudian Thai tea tersebut menjadi minuman favorit kami selama berada di Bangkok. Sambil menghabiskan minuman, rupanya ada keramaian di area gerbang Grand Palace, sebagai turis, kami ikut-ikut saja berkumpul dan menunggu-nunggu sesuatu entah apa. Herannya, orang-orang pribumi mengenakan polo shirt berwarna ungu pucat yang kami lihat di sepanjang jalan tadi.
Lucky us! Rupanya memang benar hari ini adalah hari ulang tahun Raja dan tidak berapa lama kemudian dari gerbang Grand Palace muncul rombongan drum band disusul oleh mobil-mobil mewah, di salah satu mobil terlihat seorang perempuan menyapa kami dari dalam. Serentak pribumi berdiri sambil meneriakkan sesuatu dalam bahasa Thailand dengan kompak dan mengibarkan bendera kertas yang sudah mereka bawa. Kami pun ikut-ikut berdiri dan dadah-dadah kepada Raja tersebut. Such a random day that we have.
Grand Palace di malam hari memang indah! Kami bertiga yang sudah bokek luar biasa hampir memutuskan untuk tidak masuk keesokan harinya, namun melihat keindahannya di malam hari, kami pun memutuskan untuk harus masuk ke dalamnya, se-kere apapun kami. Hahaha. Sambil beristirahat dan menikmati Grand Palace dari balik dinding tinggi nya, kami jajan buah mangga (20Baht)! Favorit! Saya dan Hanief suka sekali dengan buah-buahan di Bangkok rasanya seperti lebih enak-enak hahaha, sepertinya hanya Hendro yang kurang menikmati buah-buahan Bangkok karena permasalahan pada giginya. Setelah cukup melepas lelah, dan Hendro sudah merasa cukup mengambil gambar, kami kembali pulang ke arah Khao San.
Beruntungnya lagi, tidak berapa lama setelah itu, kami diberi pertunjukkan kembang api seperti saat malam tahun baru yang diadakan dalam rangkaian ulang tahun raja tadi sambil berjalan menuju Khao San Road, yang ternyata memang super ramai di malam hari (kalau di Jogja mungkin seperti Malioboro nya, tapi lebih ramai!) dengan musik-musik keras dan pedagang di mana-mana, it's really a heaven of street food!
Kami yang masih 'pemula' di kota ini, akhirnya memutuskan makan malam dengan Pad Thai, semacam kwetiau, selain lebih murah (25-35Baht), sepertinya itu satu-satu nya makanan yang tidak tercampur oleh pork (we are all moslems), saya sendiri memilih untuk mencari Mango Sticky Rice (must try!) dan kembali ke hostel sekitar pukul 10 malam untuk bersiap berjalan lagi keesokan harinya.
We really have an unpredictable crowd of Bangkok that day!
Can't wait for tomorrow!
Selanjutnya:
IndoChina Trip (5Countries 10Days): God is in Details
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Crowded yet Empty Cambodia
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Mystical Sunrise in Angkor Wat
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Last Stop: Ho Chi Minh City!
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Lovely Ho Chi Minh City
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Epilog
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Budget and Itinerary
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Prolog
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Malam di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Suatu Siang (yang panjang) di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Karma Malaka
Indochina Trip (5Countries 10Days): Such a Slow Day in Malacca
Perjalanan menuju KLIA bisa dibilang cukup lancar, kami tiba tepat waktu, sekitar pukul tujuh pagi. Kami yang sudah tidak banyak memiliki ringgit menunggu pesawat dengan mengantuk sambil makan coklat bekal yang saya bawa dari Indonesia. Sebelum terbang menuju Bangkok, kami juga berantisipasi untuk menukarkan uang kami menjadi Baht.
Kami terbang dengan menggunakan Malindo Air (group Lion) dan rupanya pelayanan mereka sama saja dengan Lion, delay dan kurang nyaman rasanya. Akibatnya, kami tiba di Don Mueang sedikit terlambat dari waktu seharusnya. Kira-kira pukul 11 siang kami baru mendarat. Anyway.... mulai terjadi culture shock. Begitu kami menginjakkan kaki di Don Mueang, bam! Bagaimana ya, it's crowded! Benar-benar riweuh, ramai seperti pasar, dan tidak se tertib ketika kami di Malaysia, apalagi jika dibandingkan dengan Singapura! Perjalanan kami mulai berada di fase- bahasa-yang-tidak-akan-kita-mengerti ! Kami bertiga sejujurnya agak tercengang dengan ke-ramai-an Don Mueang, bukan ramai secara manusia nya sih, tapi secara pendengaran, lebih tepatnya. Bisa jadi juga karena kami tidak paham apa yang mereka katakan sih. Kesan pertama Bangkok adalah; crowded.
Tujuan pertama kami siang itu tentu saja hostel! Kami berencana menginap di Khao San Road, dari Don Mueang menuju Khao San Road bisa ditempuh dengan naik bus. We literally didn't have any idea where to go. Kami bertanya pada bagian informasi untuk menanyakan letak bus stop nya. Buat kalian yang akan menempuh rute yang sama, keluar dari pintu Don Mueang, ke arah kanan, kemudian sampai jalan besar, di bawah jembatan tepat. Tidak perlu menyebrang.
Bus kota merah |
Kami menunggu bus nomor 59 yang menurut informasi berwarna biru. 10 menit berlalu, banyak bus berlalu-lalang, tapi tidak ada yang bernomor 59 dan berwarna biru, semua 59 dan merah. Parahnya, tidak ada orang yang bisa ditanyai! They can't speak English! Sampai kemudian kami bertemu sesama foreigner yang hendak menuju Khao San Road, kami bersepakat untuk mencoba naik bus 59 merah.
Caranya adalah dengan menunjukkan tulisan alamat hostel kami yang sudah kami capture sebelumnya (tulisan harus dalam bahasa Thailand), supir tersebut mengangguk-angguk. Pertanyaan berikutnya, bagaimana kami tahu kami sudah sampai dan berapa bayarnya? Nobody can speak English and we have no internet. Beruntung, kami sempat mendapat peta Bangkok dan hanya menebak-nebak dari peta tersebut. Menariknya, selama di bus, ada seorang ibu-ibu yang berusaha membantu kami dan mengajak kami berbicara dengan bahasa Thailand. Belakangan kami tahu dengan bahasa tarzan seadanya bahwa ternyata bus berwarna merah merupakan bus dari pemerintah (gratis), bus berwarna biru merupakan bus pemerintah yang terdapat investasi swasta, bayar setengah harga, sedangkan bus berwarna kuning adalah murni milik swasta (bayar paling mahal, fasilitas paling nyaman). Saya rasa ide ini cukup bagus dan bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia.
Perjalanan dari Don Mueang menuju Khao San Road berjalan sangat lama. Memang cukup jauh, tapi kami tidak menyangka akan selama ini. Bangkok macet! Mirip seperti Jakarta. Bus yang kami naiki seperti bus kota tanpa AC pada umumnya, hanya saja dengan keadaan yang lebih baik. Saya sendiri tertidur selama perjalanan, Hanief dan Hendro yang mengamati jalan dan mencocokkannya dengan peta.
Sekitar pukul 2 siang kami baru tiba di Khao San Road, kami dibantu diingatkan oleh ibu-ibu yang tadi dengan bahasa isyarat dan sedikit Bahasa Thailand yang kami juga tidak pahami. Kami bertiga kemudian berpisah dengan that Brazilian girl di Khao San Road. Finally we are here! Oh ya, sebenarnya kami tidak menginap tepat di Khao San Road, melainkan masih di jalan-jalan sekitar situ, yang masih ramai dan terjangkau, hanya berbeda sekitar 1-3 gang saja.
Suasana jalanan kota Bangkok di sore hari |
Kami menginap di Suneta Hostel di malam pertama ini. Suneta Hostel sendiri menjadi well-designed-hostel pertama yang kami tinggali. Berupa ruko 4 lantai dengan desain lucu di dalamnya. Hanief dan Hendro suka sekali dengan hostel ini, hostel ini memang menyenangkan, tapi saya pribadi merasa hostel ini masih terlalu mahal. Dan akhirnya kami bisa bertanya dengan Bahasa Inggris kepada resepsionis hostel.
Sudah pukul 3 sore, benar-benar di luar prediksi. Rencana kami, sekitar pukul 12 sudah tiba di hostel dan kemudian lanjut jalan di sekitar Grand Palace. Kami hanya beristirahat sebentar, sekitar pukul 4 kami keluar dan memutuskan untuk berjalan menuju Wat Arun karena pukul 5 Grand Palace sudah tutup. Oh ya, Khao San Road ini merupakan kawasan jalan yang super ramai! Night and day, dan relatif dekat dengan mana-mana, walkable. Asalkan kalian betah dengan cuaca super-panas Bangkok.
Bangkok pukul 4 sore pun masih terasa cukup panas bagi kami, saat kami berjalan menuju Wat Arun, saya sempat mengamati beberapa pertokoan banyak menjual kaos semacam seragam polo-shirt berwarna ungu pucat. Pada dasarnya, jalanan kota Bangkok cukup nyaman, dan terutama di lingkungan Khao San Road, kami banyak menemukan banyak temple khas Thailand dengan detail ekstra nya. Kemudian di tengah perjalanan, ada seorang mbak-mbak mengajak Hanief berbicara dalam Bahasa Thailand, kemudian saat Hanief berkata I don't speak Thai, si mbak mengaku I thought you are Thai, anyway...
Nah! Kemudian mbak-mbak tadi memberikan info bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Raja Thailand dan akan ada pesta rakyat sehabis matahari tenggelam, mbak tadi menyarankan kami untuk naik tuk-tuk dan naik kapal di sungai Chao Phraya. Saya sudah curiga ini adalah semacam scam, meskipun Hanief dan Hendro terlihat bersemangat. Okay.
Akhirnya kami naik tuk-tuk yang mbak-mbak tadi panggilkan untuk menuju semacam dermaga kecil di gang kecil. I warned you, this is a scam! Kami bertiga akhirnya naik kapal kecil untuk menyusuri Chao Phraya. Well, walaupun harganya cukup mahal (200Baht), tapi sepertinya kami akhirnya cukup menikmati perjalanan tersebut, kami dibawa melihat-lihat sisi lain Bangkok, semacam riverside nya di saat Golden Hour!
Tepian sungai Chao Phraya selain banyak temple, juga berupa perumahan biasa (benar-benar di tepi sungai), beberapa well-designed, beberapa seperti bantaran sungai biasanya di Jakarta. Pada suatu titik, kapal diberhentikan dan Bapak tersebut memberitahukan bahwa di sungai ini banyak ikan yang hidup (lele), adanya ikan yang hidup dengan sehat menandakan bahwa airnya cukup sehat, kan? Eh, tapi kalau yang hidup di sungai ini lele, gimana ya? Hahaha. Tapi yang jelas, kami bertiga girang karena melihat banyak lele. Weird, I know.
Ujung perjalanan kami adalah Wat Arun, kami diberhentikan di sisi sebrang Chao Phraya, yaitu Wat Arun. Sayang sekali Wat Arun sedang dalam proses konservasi, kami jadi tidak bisa masuk ke dalamnya (hanya di area Wat Arun). Wat Arun benar-benar memiliki warna yang tepat memantulkan warna matahari senja. Kami cukup menikmati Wat Arun sore itu.
Chao Phraya - Golden Hour |
Wat Arun |
Lucky us! Rupanya memang benar hari ini adalah hari ulang tahun Raja dan tidak berapa lama kemudian dari gerbang Grand Palace muncul rombongan drum band disusul oleh mobil-mobil mewah, di salah satu mobil terlihat seorang perempuan menyapa kami dari dalam. Serentak pribumi berdiri sambil meneriakkan sesuatu dalam bahasa Thailand dengan kompak dan mengibarkan bendera kertas yang sudah mereka bawa. Kami pun ikut-ikut berdiri dan dadah-dadah kepada Raja tersebut. Such a random day that we have.
Senja yang cantik di Bangkok |
Beruntungnya lagi, tidak berapa lama setelah itu, kami diberi pertunjukkan kembang api seperti saat malam tahun baru yang diadakan dalam rangkaian ulang tahun raja tadi sambil berjalan menuju Khao San Road, yang ternyata memang super ramai di malam hari (kalau di Jogja mungkin seperti Malioboro nya, tapi lebih ramai!) dengan musik-musik keras dan pedagang di mana-mana, it's really a heaven of street food!
Kami yang masih 'pemula' di kota ini, akhirnya memutuskan makan malam dengan Pad Thai, semacam kwetiau, selain lebih murah (25-35Baht), sepertinya itu satu-satu nya makanan yang tidak tercampur oleh pork (we are all moslems), saya sendiri memilih untuk mencari Mango Sticky Rice (must try!) dan kembali ke hostel sekitar pukul 10 malam untuk bersiap berjalan lagi keesokan harinya.
We really have an unpredictable crowd of Bangkok that day!
Can't wait for tomorrow!
Selanjutnya:
IndoChina Trip (5Countries 10Days): God is in Details
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Crowded yet Empty Cambodia
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Mystical Sunrise in Angkor Wat
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Last Stop: Ho Chi Minh City!
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Lovely Ho Chi Minh City
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Epilog
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Budget and Itinerary
Addina Faizati