IndoChina Trip (5Countries 10Days): Crowded yet Empty Cambodia

By addinaf - 10:30:00 AM

Sebelumnya :
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Prolog
Indochina Trip (5Countries 10Days) : Malam di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Suatu Siang (yang panjang) di Singapura
Indochina Trip (5Countries 10Days): Karma Malaka
Indochina Trip (5Countries 10Days): Such a Slow Day in Malacca
Indochina Trip (5Countries 10Days): Bangkok's Unpredictable Crowd
Indochina Trip (5Countries 10Days): God is in Details

Day 6, 4 April 2015

Well, it's our sixth day already. Jadwal hari ini adalah menuju Siem Reap, Cambodia! Tidak begitu banyak hal yang kami baca-baca dalam rangka menuju Kamboja ini. Bisa dibilang Kamboja adalah negara dengan riset paling sedikit di antara negara-negara lain yang kami lewati. Untuk menuju Siem Reap yang konon sekitar 6 jam dari Bangkok, kami harus menuju Terminal Bus Mochit terlebih dahulu, dari Khao San kami harus naik bus 2x untuk mencapai Mochit.

Actually, saya sebenarnya ingin sekali menuliskan naik bus apa saja dari mana ke mana turun di mana, but I totally forgot. Kami mendapatkan informasi ini dari petugas hostel. Konon bus menuju Siem Reap hanya tersedia beberapa kali saja, pagi atau siang, tentu saja kami memilih untuk yang pagi. Jadi lah kami dari pagi-pagi sekali sudah harus bersiap. Kalau tidak salah waktu itu sekitar pukul 7 pagi kami sudah menunggu bus kota menuju Mochit.

Perjalanan menuju Mochit cukup jauh, ke arah Don Mueang. Bus pertama yang kami naiki adalah bus berwarna merah yang gratis. Perjalanan pagi di Bangkok masih cenderung nyaman dan segar. Selama menunggu dan di perjalanan, kami beberapakali melihat monk mengantri untuk mendapatkan roti. Menarik!
Bus pertama kami berhenti di sekitar Chatuchak, halte yang paling ramai karena juga terletak di bawah stasiun MRT Chatuchak. Kami naik bus berbarengan dengan pekerja-pekerja Bangkok yang rapih-rapih. Selanjutnya kami naik bus berwarna kuning dan membayar cukup murah, shooo I forget how much it was, yang jelas, bus kuning ini adalah milik swasta dan ber AC, mirip Trans Jakarta (yang masih bagus) dan nyaman sekali.

Uniknya, di tengah-tengah perjalanan, bus kami hendak mengisi bensin dan semua penumpang yang ada disuruh turun terlebih dahulu! Awalnya kami sempat agak kebingungan, tapi ternyata sepertinya sudah menjadi peraturan di sana kalau mengisi bensin penumpang harus turun untuk menghindari kecelakaan. Whooa never seen this kind of situation in Indonesia, by the way! Perjalanan dari pom bensin menuju Mochit tidak lama. Kami tiba di Mochit tepat sekitar jam 8 kurang. Oh ya sekedar info, sebenarnya untuk menuju Siem Reap ada banyak cara, bisa dengan bus yang lebih murah dan 2x ganti bus, atau naik kereta, yang notabene lebih murah, tapi kami memang tidak memilih opsi tersebut untuk menghemat waktu dan pikiran hahaha, kalauberminat dengan alternatif lain bisa tengok di blog teman saya ini.

Kami segera menuju loket pembelian bus (750Baht) menuju Siem Reap dan fiuh kami tidak terlambat dan bus akan meluncur sekitar pukul 8-9. I forgot the exact time. Kami masih ada waktu untuk bersiap, membeli sarapan, dan strolling around Mochit. Mochit adalah terminal yang bagus dibandingkan dengan terminal di Johor Bahru. Mochit memiliki alur yang jelas dan ruang tunggu yang besar dan nyaman. Kamar mandi nya pun banyak dan cukup bersih. Kami menyempatkan diri untuk membeli sarapan di 7 11 di dalam Mochit, masing-masing dari kami membeli sandwich dan minum sambil menunggu di ruang tunggu pertama (ada dua lapis ruang tunggu) kami disuguhi oleh acara TV Thailand.

Bus from Bangkok to Siem Reap
photo by Hanief Wicaksana

Setelah menunggu sekitar 30 menit, kami masuk ke boarding room, yang lebih tertutup dan berhadapan langsung dengan pintu-pintu keluar yang menuju bus dengan nomer kode masing-masing. Bus kami adalah bus seperti bus patas AC yang nyaman dan dapat makan siang. Perjalanan menuju Siem Reap kabarnya mencapai 6-8 jam, kira-kira kami akan tiba di Siem Reap sore hari. Di dalam bus hanya terdapat foreigner, rata-rata kalau bukan European atau orang berkulit putih, juga foreigner dari Asia seperti kami atau dari Japan.

Selama perjalanan, kami yang sudah cukup lelah dengan hari-hari sebelumnya lebih banyak tertidur. Saya kadang tidur kadang bangun dan melihat jalanan dari Bangkok menuju Siem Reap yang relatif kosong dan tidak apa-apa. Masih banyak terlihat pagoda khas Bangkok di tepi-tepi jalan. Sekitar pukul 11 siang kami berhenti perbatasan Aranyaprathet untuk berhenti sebentar sekitar 15 menit, di situ juga kami diberi makanan berupa nasi dan lauk dan minuman. Bismillah saja lah ya mudah-mudahan bukan daging babi.

Catatannya selama di Aranyaprathet akan ada scam, akan ada orang yang meminta untuk mengurus visa kita dengan biaya 20 USD. Setelah berhenti sebentar, bus berjalan lagi dan kami tiba di perbatasan Thailand - Kamboja. What makes me wonder is............... suasananya yang super duper ultra tidak aman untuk sekelas perbatasan. Well, saya sendiri belum pernah merasakan perbatasan darat nya Indonesia sih, jadi kurang tahu juga apakah perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan juga se-'tidak-aman' ini.

Hmm.. hanya ada dua gapura dengan lambang masing-masing negara, Thailand dengan pagoda ke-emas-an-nya dan Kamboja dengan temple khas Angkor Wat nya, dan berada di jalan yang totally terbuka. Kami diturunkan dari bus dan dibiarkan begitu saja, bisa juga kalau saya meleng dan berjalan ke sisi sebrang begitu saja karena memang tidak terlihat pengamanan khusus. Kantor imigrasi nya kecil, kira-kira hanya sebesar garasi dan suasananya sungguh ramai, tidak teratur, pengap (tanpa AC), dan sungguh rariweuh.

Di mana harus antri di mana harus VOA di mana harus apa dan sebagainya, petugasnya pun minim. Saat kami mengantri pun petugas nya nampak sambil malas-malas-an dan tampak beberapa orang menyelip antrian. Bahkan terjadi penyogokan! Saya melihat sendiri ketika itu di samping diagonal kami adalah antrian warga negara asing (sengaja tidak saya sebutkan negara nya) yang tampaknya sedikit bermasalah, kemudian dengan santainya petugas menyebutkan nominal uang, kemudian orang tersebut memanggil seluruh rombongannya (yang mana mengantri secara acak) ke depan, kemudian mereka terlihat membayar petugas tersebut, voila!

Setelah sekitar dua jam mengantri di kantor keimigrasian Kamboja kami berjalan kaki lagi menuju bus kami dan masih menunggu foreigner lain yang saya yakin juga mengalami beberapa kesulitan. Cukup culture shock buat kami yang berjalan dari Singapura yang serba rapih dan disiplin, beralih ke Malaysia yang masih rapih, kemudian Bangkok, kemudian Kamboja.

Sekitar pukul 1 siang setelah semua penumpang lengkap,bus melanjutkan perjalanan. Surprisingly, perjalanan dari Aranyaprathet menuju Siem Reap was so ... empty. Benar-benar bertolak belakang dengan keramaian dan keribetan di imigrasi tadi. Siang yang panas terik, jalanan yang cukup besar, lengang, kanan kiri terbentang hamparan luas padang rumput kering dan berdebu, tampak beberapa hewan ternak kurus, rumah-ruamh jarang, so empty.

Saya cukup menikmati perjalanan meunuju Siem Reap dengan kekosongan jalan tadi, cukup menarik, karena saya baru menyadari juga kalau Kamboja adalah negara termiskin kedua di Asia Tenggara setelah Laos, sehingga wajar saja kalau Kamboja masih berusaha menggeliat untuk 'membangun' negaranya.

Empat jam kemudian kira-kira pukul 5 sore kami tiba di Siem Reap. Kota ini lebih ramai dibandingkan daerah perbatasan tadi, dan banyak keramaian hotel, restoran, maupun hostel di kanan-kiri nya. Melihat sedikit keramaian ini membuat saya yakin bahwa ini adalah Siem Reap yang kami tuju. Finally! Bus kami berhenti di suatu pool semacam pool travel, lagi-lagi tanpa banyak bicara kami disuruh turun. Rupanya tiket bus tadi sudah termasuk dengan tuk-tuk yang akan mengantar kami menuju hostel masing-masing.

Awalnya, saya khawatir ini adalah semacam scam yang selalu kita temui di Bangkok. Tapi ternyata memang benar, kami bertiga naik tuk-tuk menuju One Stop Hostel yang tidak jauh dari situ. Kami bertiga berbincang-bincang dengan supir tuk-tuk yang fasih berbahasa inggris dan mengenalkan dirinya sebagai Lucky, that is his english name, nama aslinyta konon adalah Chiata. Sebelumnya, Lucky menanyakan berapa lama kami akan menetap di Siem Reap, karena tidak lama lagi akan ada festival tahun baru.

Karena kami memang hanya berencana satu hari saja, Lucky kemudian menyarankan kami untuk membeli tiket bus terlebih dahulu menuju Ho Chi Minh sebelum besok kami akan penuh dengan jadwal perjalanan di Angkor Wat. Kami menyetujuinya, alhasil, sebelum menuju One Stop kami berhenti di semacam pool lain dan membeli tiket sleeper bus menuju Ho Chi Minh sebesar 25USD. Sambil menuju One Stop Hostel, kami sempat ditunjukkan oleh Lucky semacam night street nya Siem Reap dan pasar seni nya. Lucky juga menawarkan untuk menjemput kami dalam rute Angkor Wat besok pagi.

Tentu saja rupanya ini adalah semacam simbiosis mutualisme antara bus-supir tuk-tuk- dan penumpang, kami penumpang tidak perlu repot mencari lagi, bus mendapat fasilitas, supir tuk-tuk mendapat penumpang. Lucky menawarkan paket 15USD, yang saya baca sebelumnya juga sekitar 15-20 USD. I bet this is not a scam and we agreed to Lucky. Setelah tiba di One Stop Hostel, Lucky berpesan kepada kami untuk sudah siap standby pukul 5 pagi untuk menuju Angkor Wat (Angkor Wat memang untuk dinikmati pada waktu sunrise).

Setelah kami berberes dan beristirahat sebentar, kami berjalan menuju night market sekitar pukul 8 malam dan mencoba mencari makanan khas Kamboja, Khmer food! Anyway, night market alias semacam Khao San Road nya Bangkok totally different! Night market Siem Reap relatif lebih tenang dan tidak se-crowded Bangkok, cukup banyak street food, but not that much, dan area nya juga tidak seluas Khao San. Kami juga masih terheran-heran dengan 'ke-tidak-ada-apa-apa-an' kota ini, kami hanya perlu menyebrang dua ruas jalan dan sudah menemukan night market dan tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang.

Most famous street in Siem Reap
photo by Hendro Prasetyo
art market Siem Reap
photo by Hanief Wicaksana
kelapa-kelapa kecil untuk es kelapa

Siem Reap juga merupakan negara yang aneh dengan sistem mata uangnya, rata-rata harga dalam USD namun kembalian berupa riel. Harga makanan rata-rata 1 - 3 USD. Setelah memilih-milih tempat makan, akhirnya kami memutuskan untuk memilih tempat makan khusus Khmer food dan membeli semacam tomyam, semacam katsu, dan apa lagi ya, I totally forgot, kami makan 3USD saja sudah dengan makan banyak dan minuman. Dalam perjalanan pulang kami membeli es kelapa kecil dengan harga 50cent, baru dari situ kami bisa melihat seperti apa uang riel sebenarnya (1 dollar sama dengan 4000 riel).

Khmer food adalah makanan Kamboja, semacam campuran makanan Thailand (ada asem khas tom yum) tapi udah agak hambar, kami sepakat tidak terlalu cocok dengan jenis makanan Khmer. Masih agak bingung dengan karakteristik makanan ini. Setelah makan, kami berjalan-jalan di sekitar night market dan pasar seni di seberangnya yang menjual souvenir dan kerajinan-kerajinan. Kalau tidak salah, di Bangkok tidak diperbolehkan untuk menjual kerajinan atau pajangan berbentuk Buddha, tapi di Siem Reap rupanya tidak seketat itu dan kami banyak menemukan kerajinan patung Buddha di pasar seninya. That night was a bit shock culture for us, setelah dari keramaian Khao San dan Bangkok, kami tiba di this crowded yet empty Siem Reap.

Kami pulang ke hostel kira-kira pukul 10 malam untuk beristirahat dan bersiap untuk sunrise at the biggest temple Angkor Wat. So exciting!



Selanjutnya:
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Mystical Sunrise in Angkor Wat
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Last Stop: Ho Chi Minh City!
IndoChina Trip (5Countries 10 Days): Lovely Ho Chi Minh City
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Epilog
IndoChina Trip (5Countries 10Days): Budget and Itinerary
Addina Faizati

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. abis baca semuanya tapi cuma kepingin komen kalo kelapanya lucu.

    udah gitu aja..

    ReplyDelete